Kamis, 29 Desember 2011

D’Paris Silver Bisnis Kemilau Retail Perhiasan


Bisnis franchise kini kian merambah dalam berbagai jenis bidang usaha. Termasuk dalam bisnis retail perhiasan . D’Paris adalah satu-satunya jenis usaha retail perhiasan khusus silver yang diwaralabakan di Indonesia dengan total investasi 130-150 juta.

Untuk menunjang kecantikan dan fashion, biasanya kaum wanita memadukannya dengan perhiasan. Dahulu perhiasan emas memang lebih dominan digunakan karena dianggap lebih berharga. Namun memasuki era milenium perhiasan silver dan emas putih mulai mewabah dan dijadikan trend baru untuk fashion di dunia termasuk Indonesia. Bersamaan dengan maraknya penggunaan perak dan emas putih , saat itu muncul juga jenis usaha retail asesoris dan perhiasan yang mengusung balutan perak dan emas putih untuk semua jenis perhiasan sebagai barang dagangannya. Salah satunya D’Paris.

D’paris memang bukan usaha retail perhiasan pertama di Indonesia. Namun hanya D’Paris yang bertahan dan berkembang dengan pesat sebagai usaha retail perhiasan silver di Indonesia. D’Paris dibuka pertama kali pada bulan Desember tahun 2001. Dulu berawal dari counter kecil saja yang berada di Mal Ciputra. Alasannya bapak Thomas Suhil pemilik D’Paris memilih bisnis asesoris dan perhiasan perak, karena yang dituju sebagai target marketnya adalah wanita. Wanita dimana-mana senang belanja dan ingin selalu cantik. Pokoknya wanita adalah target market paling mudah, khususnya wanita kelas mahasiswa dan ibu-ibu yang suaminya mapan bekerja. Selain itu pada tahun 2001 belum banyak bisnis perhiasan seperti ini.

Dini Andina, Public relations D’Paris mengatakan dulu D’Paris hanya disebut sebagai usaha retail asesoris karena harga perak masih lebih murah dibanding harga emas. Namun dengan perkembangan jaman, harga perak juga semakin naik . Dengan begitu perak sekarang dikategorikan perhiasan dan D’Paris pun sekarang menjadi retail perhiasan. Tidak hanya itu,bisnis yang sudah berjalan selama 10 tahun ini awalnya hanya menyediakan asesoris anting, cincin, kalung, gelang yang terbuat dari silver dan dilapisi emas putih. Penambahan jenis perhiasan pun dialami dari tahun ketahun . Pada saat trend body piercing di kalangan anak muda merebak, D’Paris menyediakan jasa body piercing dan menjual perhiasan dari Titanium.
Setelah itu D’Paris menambah daftar barang dagangannya dengan perhiasan yang terbuat dari steel. Dan terakhir perhiasan Charm pun ikut meramaikan daftar perhiasan D’Paris.

Tidak hanya lengkap menyediakan berbagai jenis perhiasan yang 100% di impor dari China, Thailand,Hongkong dan Malaysia, soal kualitas kandungan perak dalam balutan perhiasan, D’Paris juga memberikan yang terbaik. Dhini mengemukakan soal kandungan steel  yang dijual di D’Paris tidak ada campuran nikel, dan dijamin tidak berkarat, tidak kusam dan tidak menimbulkan alergi. Kualitas silver dan steel pada perhiasan D’Paris adalah yang terbaik. Selain memberikan kualitas yang luar biasa D’Paris juga memberikan service untuk segala kerusakan , baik barang yang dibeli di D’Paris maupun produk lain. D’Paris juga menerima perhiasan silver ataupun lapis emas putih yang sudah rusak dan akan ditukar dengan voucher diskon belanja di D’Paris, kemudian akan diberikan garansi.

Terhitung sejak tahun 2009, D’Paris mulai membuka kemitraan franchise. D’Paris membuka kesempatan kemitraan franchise kepada siapapun, tetapi dengan syarat tidak membuka gerai di kota Jakarta, Bandung dan Surabaya. Sampai saat ini, D’Paris sudah memiliki 35 outlet cabang sendiri dan lima gerai franchise. Istimewanya, D’Paris adalah satu-satunya bisnis retail perhiasan yang diwaralabakan.

Harga paket franchise yang ditawarkan terbagi menjadi dua tipe, yaitu 130 juta untuk counter kecil seluas 9 meter dan 150 juta untuk counter besar seluas diatas 9 meter. Yang membedakan antara counter kecil dengan counter besar adalah biaya barang dagangan. Adapun perincian dari total investasi yang ditawarkan tersebut adalah franchise fee selama lima tahun, design fee, training dan barang dagangan lengkap.

Namun harga investasi ini belum termasuk biaya pembuatan both dan biaya tempat. Sedangkan untuk pembagian keuntungan , D’Paris memberlakukan royalti fee sebesar 5% perbulan dan marketing fee 3% perbulan dari omset. Dikenakannya biaya marketing fee karena hampir tiap bulan D’Paris selalu mengadakan promo seperti pemberian hadiah atau pengadaan diskon dan pemasangan iklan di berbagai media majalah. Dari penjelasan tersebut, Dini meyakinkan kalau franchise akan mengalami balik modal di bawah dua tahun. (majels)

»»  Selengkapnya...

Selasa, 27 Desember 2011

Prima Imaging, Foto Keliling Naik Kelas Dunia

Berkat hobi dan passion Warren A Kiong sebagai direktur utama Primaimaging berkembang semakin maju. Perusahaan yang berdiri pada tahun 1981 ini diawali dengan usaha “ prepress and digital imaging house”, enam tahun kemudian menjadi penyedia alat-alat fotografi yang berkualitas tinggi untuk para komersial fotografer di Indonesia, mulai dengan menjual peralatan lampu studio ternama dan terbaik didunia, yaitu Broncolor Swiss, kemudian kamera Large Format Sinar, Foba studio  stand, ceiling rail system dan ballhead.
“ Visi kami untuk memajukan dunia fotografi di Indonesia terutama industri fotografi komersial atau periklanan agar menjadi sebuah industri kreatif  yang berkualitas tinggi dengan kemasan yang  dapat diterima dunia kedepannya” ujar Warren A Kiong.

Selain sebagai suplier produk berkualitas, juga konsisten mengadakan edukasi melaluiseminar-seminar dengan para profesional fotografer  Indonesia bahkan fotografer ternama dunia Piart School merupakan komitmen edukasi bagi primaimaging , dengan membuka tiga tahapan fotografi yaitu : introduction class, basic lighting class serta intermediate class. Hingga kini telah menghasilkan alumnus 250 siswa terbaiknya.

Peralatan fotografi tergolong mahal, begitu pula produk yang disediakan Primaimaging seperti lampu Broncolor Swiss, lampu Studio visatec Swiss, lampu Video Kobold Swiss, kamera Phaseone Denmark, Leaf Digital back system, kamera Mamiya Japan, lensa Schneider Germany, Filter B+W Germany, Photograpy accessories dan Ballhead FOBA Swiss, Tripod camera dan Video Gitzo italy, tas Kata Israel dan masih sederet lainnya. Untuk itu sejak berdirinya perusahaan ini memberi solusi bagi customernya, menyewakan peralatan mulai dari lampu studio sampai kamera medium format dengan harga relatif terjangkau. Prioritas ditujukan untuk para fotografer pemula yang belum dapat melakukan investasi tentunya.


Servis pada pelanggan adalah utama untuk menjalin partner bisnis, sebut saja Gramedia, Femina Group dan MRA Group, fotografer ternama di Indonesia Kayus Mulia, Ali Hawijono dan Roy Genggam atau Tarzan Studio, King Photo dan Matahari Group dan Centro, juga kampus-kampus ternama seperti UNTAR, Binus International, Trisakti dan Lassale Collage.

Menempati gedung sebagai kantor pusat di KH Hasyim Ashari 44CD, Kemakmuran Jakarta Pusat, serta studio rental dan Piart School di Jl. Kran Raya no 28 Kemayoran Jakarta. Primaimaging kian berkembang dengan membuka dealer-dealer yang tersebar di kota-kota besar seperti Bandung, Surabaya, Medan dan Bali. (majels)




»»  Selengkapnya...

Jumat, 16 Desember 2011

Gunawan Wibisono, Juragan Timun Mantan Wartawan


Turut membidani tabloid Monitor sampai terakhir tabloid Bintang Indonesia, merupakan 15 tahun perjalanan Gunawan Wibisono menjadi wartawan. Bosan “berkelahi” urusan deadline di media, dengan modal pesangon ahli fotografi ini hijrah ke Bogor menjadi petani, panenannya lele, jambu, kacang, timun dan lainnya hasilnya ton-tonan

Bosan jadi pegawai dialami Gunawan Wibisono, sehari-hari bekerja mengurusi foto-foto para selebriti tanah air. Bila pemasukan tergantung dari aliran gaji bulanan, dengan usaha sendiri pemasukan itu menjadi tidak terbatas baik waktu maupun besarnya. Lewat keberanian semua itu dilakukan sendiri dengan segala resiko. “ Saya resign pas lengsernya Soeharto tahun 1998. Dengan modal pesangon seadanya, saya pindah ke Bogor. Cita-citanya mau jadi orang bebas. Hidup di desa tapi kalau bisa berpenghasilan seperti orang kota” ungkap pria kelahiran Tegal, 19 Januari 1964.

Jika biasanya mengoperasikan kamera, kini harus berkutat dengan produk-produk pertanian. Di desa Ciasmara yang merupakan sentra ikan mas, menumbuhkan minat awalnya untuk beternak ikan mas. Di kolam air deras, caranya sungai di bendung lalu airnya dialirkan masuk kolam semen. Berkat ikan mas ini, banyak penduduk desa yang menjadi tuan tanah, kaya raya bahkan bisa menunaikan ibadah haji.

Bisnis terkadang tak bisa diprediksi. Tatkala krisis melanda tanah air, nilai dollar US dari 2 ribu melejit ke angka 17 ribu. Otomatis usaha pemeliharaan ikan mas banyak yang gulung tikar, akibat harga pakan serta komponennya yang masih impor tiba-tiba meroket. Misal pakan dari 40 ribuan perzak menjadi hampir 150 ribuan. “ Nah, ketika orang ramai-ramai angkat kaki. Saya justru baru masuk. Lebih parahnya banyak pembeli ikan atau tengkulak bangkrut. Akhirnya panenan ikan saya terlantar, terpaksa dijual ecer kiloan. Modal rusak, uangnya berantakan, usaha ikan mas pun tinggal sejarah” ucap pria berkacamata ini.

Pengalaman pertama gagal tidak membuatnya putus asa. Ia melakukan usaha plasma ayam potong, tinggal memelihara sedangkan bibit, pakan dan obat-obatan di tanggung perusahaan induk.lumayan sempat berkembang pesat, dari skala 3 ribu ekor menjadi 25 ribu ekor. Kendala datang ketika usaha membesar, masyarakat sekitar tidak setuju karena limbah dan bau. Belum lagi faktor sentiment lingkungan. Menurutnya memelihara ayam potong harus dikontrol ketat, karena bisa dicuri orang baik ayamnya maupun pakannya. Karena tekanan yang luar biasa akhirnya usaha inipun di stop total. Kenang anak pertama dari tiga bersaudara ini.

Kegagalan kedua tidak mematikan semangatnya untuk beralih ke sektor pertanian. Menggunakan lahan dengan jalan mengontrak pertahun dengan membayar uang di muka. Lahan awalnya sempat mencapai 10 hektare, lantas dipangkas tinggal 3 hektare. Dari berbagai pengalaman tenyata hanya cabe lah yang paling potensial untuk ditanam. Bagaimana tidak, bila harganya tengah meroket selain masuk topik dalam rapat kabinet juga menjanjikan keuntungan yang sangat besar. Bukan cerita aneh bila seorang petani membawa cabe ke pasar pulangnya bisa langsung menggaet sepeda motor baru.


Tapi sebaliknya bila harga sedang runtuh atau terserang hama, seorang petani bisa jatuh bangkrut. Mengurus cabe bukan perkara mudah. Cabe adalah tanaman yang manja, rewel, mahal dan gampang terserang penyakit. Tetapi segala kesusahan ini akan terbayar bila saat panen tiba dan mendapat harga yang bagus. 

Selain cabe, timun juga sangat lumayan, terutama yang masih muda untuk lalap, hasil panennya bisa mencapai 12 ton. Begitu juga jagung yang banyak dimanfaatkan konsumen sebagai bahan sayuran atau panganan jagung bakar, biasanya panennya hingga 2 ton. Kacang panjang hasilnya juga sangat baik, pasar banyak membutuhkan terlebih saat lebaran untuk ketupat sayur. Ada pula jambu batu merah, sekitar 600 pohon setiap minggu panen hingga 3 ton.

Perkembangan kuliner di Jakarta yang cukup ramai, terutama kebutuhan ikan lele mencapai 150 ribu ton setiap hari  menjadi ceruk financial yang sangat menarik. Apalagi peternak ikan lele baru bisa memenuhi separonya. Dari peluang ini Gunawan memanfaatkannya dengan beternak lele dari hulu hingga hilir. Artinya dari mengawinkan induk, meneteskan telur, memelihara larva, pembesaran hingga menjadi ikan siap dikonsumsi dan dilepas kepasaran. Awalnya sempat dikembangkan 60 empang dari 20 empang masing-masing berukuran 7 x 10 meter. Satu empang yang dibuat dari dasar plastik ini bisa menampung 1000 lele yang dipanen setiap 2 bulan.

Ketika mengalami kegagalan, Gunawan tak menyerah bahkan terus melangkah dengan menyitir kata sakti idolanya, Bob Sadino, Mulai saja. Segala kesulitan yang timbul malah bagus dan menguatkan kita.
Dimulai dengan merubah orientasi usahanya, biladahulu expansif sekarang intensif. Pengetatan jumlah pekerja tapi memilikiketrampilan tinggi. Pekerja yang dibayar mingguan dirangkul sebagai partner. Mereka juga memiliki bagian keuntungan bila hasil panen maupun harga pasarnya bagus. Itulah sebabnya para pekerja ini lebih militan dan lebih all-out.

Sedang untuk market, sangatlah penting artinya bersinergi dengan orang pasar agar wawasannya lebih terbuka dan tidak berjalan sendiri. Karena kesal dengan ulah para tengkulak maka ia putuskan untuk menjual sendiri hasil panennya langsung ke pasar Induk Kemang – Bogor. (majels)   
»»  Selengkapnya...

Jumat, 09 Desember 2011

Muhammad David Octavian, Vermak Jeans Kelas Atas


Usia muda berlatar belakang keluarga sederhana bukan berarti pintu sukses tertutup rapat. Dengan modal tabungan di masa remaja dan pengalaman menjajaki bisnis tanpa modal, David sukses (22) membangun usaha vermak khusus jeans branded premium. Langganannya kelas atas, bisa mengantongi 35 juta setiap bulannya.
Menabung uang serta memupuk pengalaman bisnis di usia belia tidak sia-sia bila dilakukan dengan sepenuh hati, kerja keras dan komitmen.

Hasilnya adalah kesuksesan, seperti yang sudah dijalani pemuda berdarah betawi, Muhammad David Octavian. Berasal dari keluarga sederhana, David sudah membiasakan diri untuk mandiri dan mencari uang tambahan dengan berbisnis kecil-kecilan  sejak duduk di bangku SD. Kini kerja keras dan hasil tabungannya itu sudah membawa dirinya menjadi pengusaha sukses di usia yang baru menginjak 22 tahun.

Anak kedua dari pasangan Wawan Wahyudin dan Kokoy Rukoyah ini dikenal sebagai pebisnis muda sejak ia membangun satu-satunya vermak khusus jeans branded di Indonesia, Jakarta Jeans House (JJH). Namun kesuksesan bisnis yang dijalani tidaklah semudah membalikkan telapak tangan.

Perjuangan dimulai dari bawah; berjualan gelang rajutannya sendiri, menjual jaket, penyedia jasa percetakan sampai menjajakan pakaian di kampus, dilakoni David demi menjadi entrepreneur sejati. Memasuki masa SMA, kehidupan makin terasa berat. “ Pada saat SMA, itulah masa paling sulit dari saya. Saya harus melewati keseharian dalam pergaulan dengan teman-teman yang cukup tinggi taraf sosialnya. Kadang-kadang saya ingin sekali seperti teman-teman saya, ingin minta uang sama mama untuk jajan dan nongrong bareng teman-teman. Namun saya berpikir itu bukan solusi dan saya bertahan dengan bisnis membuat brosur, panflet, poster, spanduk untuk acara-acara sekolah” papar David.

Beratnya mengalami masa SMA, membuat David berpikir untuk tidak kuliah. Baginya kuliah hanya akan menambah beban bagi kedua orangtuanya. Namun keinginan orang tua sangat kuat untuk tetap menguliahkan David walaupun sang ayah hanya bekerja di bengkel mobil dan ibu bekerja sebagai penjaga toko. Akhirnya David pun kuliah di salah satu universitas swasta jurusan IT.

Saat kulaih memasuki semesrter dua, David baru mengetahui kalau uang masuk kuliahnya adalah hasil jual gelang emas sang ibu. Sejak saat itu David bertekad mencari uang tambahan sambil kuliah. “ Dengan uang yang saya tabung selama masa sekolah, kira-kira 3 jutaan, saya berpikir untuk berbisnis lagi yaitu bisnis jualan baju untuk kalangan teman kampus. Setiap hari saya bangun jam 5 pagi, berangkat naik busway ke Mangga Dua, belanja pakaian laki-laki dan perempuan. Jadi setiap berangkat kuliah saya sudah pasti bawa dua tas yang isinya baju-baju dagangan saya” papar pemuda kelahiran Jakarta 29 Oktober 1989 ini.

Setelah lama berkutat berjualan baju, akhirnya David menghentikan bisnis jualannya. David ingin menjadi entrepreneur sejati ; memiliki tempat usaha dan memperkerjakan beberapa karyawan. Seiring keinginan itu ternyata celana jeans import menginvasi Indonesia. Brand seperti Lee, Levis, Nudie, Tsubi, Ksubi, LeeCoper, Imperial, Cheap Monday, Truly Legend, April 77,Iron Heart dan lain sebagainya makin marak dipasaran. Namun, banyaknya pengguna jeans branded di Indonesia tidak sebanding dengan jumlah jasa vermak khusus jeans premium tersebut. Menurut David selama ini memang banyak penjahit vermak jeans, tapi hasilnya kurang memuaskan.

Gejala ini dijadikan David sebagai peluang usaha vermak khusus jeans premium. Maka pada Oktober tahun 2009, David mendirikan Jakarta Jeans House (JJH). “ Vermak jeans sih banyak dimana-mana tapi tidak ada taylor khusus tentang jeans branded. Dari sini saya mulai berpikir saya bisa mengambil kesempatan bisnis ini. Saya ingin memberikan solusi bagi mereka yang ingin menjaga kualitas jeans premiumnya walaupun sudah di vermak” ucap anggota termuda dari Himpunan Pengusaha Muda ini.

Untuk membangun JJH, David kembali membuka pundi-pundi tabungannya, hasil putaran uang dari bisnis berjualan pakaian, terkumpul 15 juta. Dengan modal yang relatif kecil itu, David menyewa tempat di jalan Cipete yang berukuran 1,3 meter, membeli satu alat mesin khusus jeans , mesin obras khusus jeans dan renovasi tempat. Untuk mengembangkan kualitas vermaknya David membeli mesin Chainstich yang diimpor dari Jepang. Mesin ini berfungsi menghasilkan jahitan rantai yang bisa menghasilkan ropping effect yang biasa terdapat pada jeans-jeans import. Keaslian jahitan jeans import tersebut tetap terjaga meskipun sudah divermak. David meyakinkan kalau di Indonesia belum ada yang memiliki mesin seharga 35 juta ini selain JJH. Kualitas vermak yang dihasilkan membuat JJH menjadi pusat vermak jeans premium terbaik se Indonesia, bahkan se Asia.

Kini David memiliki tiga toko dan memperkerjakan delapan karyawan, setiap bulannya JJH mengerjakan 500 sampai 600 celana jeans import khusus di vermak. Harga vermak berkisar antara 17 ribu – 120 ribu rupiah. JJH juga menyediakan jasa custom jeans import atau menjahit baru dengan design pribadi pelanggan. JJH membantu membuatkan dengan menyediakan bahan jeans kualitas import dan dijahit dengan mesin yang terbaik pula. Untuk custom jeans harga yang dibanderol kisaran 538 ribu – 688 ribu rupiah. Dengan total produksi vermak dan custom tersebut , David mengakui omset JJH dalam sebulan mencapai angka 35 jutaan. (majels)
»»  Selengkapnya...

Kamis, 08 Desember 2011

DR. H. Mashyari SE. MM, Tukang Minyak Menjadi Raja Jamu


Datang ke Jakarta tanpa keahlian. Beragam pekerjaan dijalani seperti berjualan minyak hingga loper koran. Nasib membawanya ke bisnis jamu. Dan Mashyari pun melambung ke jajaran papan atas bisnis produk tradisional ini. Semuanya dilalui dengan penuh perjuangan, sampai kini sukses mengelola 6 perusahaan.

Datang ke Jakarta niatnya hanya satu, Bekerja. Namun Jakarta memang kejam. Sebentar saja Mashyari sadar, ia berada di belantara kehidupan yang keras. Sadar kalau ia harus bekerja untuk bertahan hidup, Mashyari memutuskan untuk bekerja apa saja. 

Pertama-tama sebagai tukang minyak, ia berjualan dengan gerobak keliling kampung. Lalu berjualan sebagai loper koran. Sederet pekerjaan lainpun dilakoninya. Sampai akhirnya ia berhasil menjadi salesman freelance. Profesi inilah yang membawanya ke jenjang hidup yang lebih baik. “Tahun 1980-an itu dari hasil salesman, saya bisa punya uang sampai 600 rupiah. Saya mampu membeli motor yang harganya saat itu 130 ribu rupiah” ceritanya.

Mashyari lantas memutuskan untuk meneruskan sekolah. Ia masuk SMA. Sengaja ia mengambil sekolah siang hari agar tetap bisa bekerja. Kegemarannya membaca membawanya ke pintu perjalanan hidupnya yang baru. Suatu kali, ia membaca ramuan jamu yang lantas ia praktekkan secara otodidak. “ Bentuknya sangat sederhana. Hanya dirajang. Kemasannya plastik dengan label kertas yang difotocopy” kenangnya. Saat bekerja sebagai salesman, Mashyari juga menjajakan dagangannya. Ternyata banyak orang yang menyukai jamu ramuannya.

Yakin pada dagangannya, Mashyari mengambil keputusan berani, meninggalkan pekerjaannya sebagai salesman yang telah memberinya kehidupan lebih baik. Ia memutuskan menekuni bisnis jamunya dengan modal 16 ribu rupiah. Namun pengalaman bertahun-tahun sebagai salesman membuatnya  tahu kalau ia harus membuat jaringan pemasaran. Dan yang ia pilih adalah apotek.

Tapi itu bukan pekerjaan mudah. Semua apotek menolak jamunya. Tapi Mashyari tidak kehabisan akal. Meski kerap dimarahi pemilik apotek, jamunya akhirnya diterima. “ Saat itu saya sering sekali dimarahi pemilik apotek, tidak laku dimarahi, laku juga dimarahi” ujarnya sambil tertawa. Soal yang terakhir karena Mashyari memang sedikit sulit dihubungi sang pemilik apotek jika persediaan jamu habis. Padahal jamu racikannya makin diminati orang.

Lantas apa yang membuat jamu racikan Mashyari laku keras ? “Iklan yang tepat” jawabnya. Mashyari memang piawai membaca kekuatan produk dan bagaimana memasarkannya. Ini adalah pengetahuan yang ia dapat dari pengalaman bertahun-tahun menjadi salesman. “ Jamu saya kan khusus untuk pria. Jadi saya rancang kata-kata promosinya yang mengena untuk kaum pria” ujarnya membuka rahasia. 

Mashyari memang tahu betul bagaimana memasarkan produknya dengan bahasa yang tepat pada pasar yang tepat. Meski sibuk berbisnis , Mashyari tidak lupa dengan sekolahnya. Ia bahkan menamatkan semua jenjang pendidikan hingga yang tertinggi yakni S3. Semua itu dilaluinya dalam dinamika bisnis yang tetap menjadi kesehariannya.

Bisnisnya sendiri bukannya tanpa masalah. Suatu ketika, bisnis jamunya tersandung masalah. Mashyari bangkrut , namu ia kembali bangkit dan memilih untuk membangun bisnis jamunya kembali. Dengan cepat usahanya berkembang dan sukses. Namun malang tak dapat ditolak, usahanya bangkrut lagi. Semua harta bendanya habis untuk menutupi kerugian. Saat itulah Mashyari mengaku memasuki tahap lebih dalam proses pengenalan dirinya. Dirinya sampai pada kesimpulan bahwa ia sudah terlalu lama mengabaikan hak-hak Alloh, berbuat baik pada orang tua sampai pada tetangga dan keluarga.

Perenungannya itu membuahkan hasil. Kini Mashyari makin mantap dalam berbisnis juga berkembang. Kini tak kurang 6 perusahaan telah ia miliki. Ia mengaku bisnisnya berjalan secara mengalir saja tanpa perencanaan ini itu.

Sedangkan untuk bisnis yang lain berupa kost-kostan ia bisa meraup omzet jutaan rupiah perbulan. Padahal kost hariannya dijalankan dengan syariah islam yang ketat. Kalau tidak ada bukti pasangan yang resmi maka pasti akan ditolak. Tapi justru karena itulah makin banyak orang yang suka terutama tamu dari Malaysia yang mengaku lebih suka dengan kost islami ketimbang hotel yang bebas. (majels)
»»  Selengkapnya...

Selasa, 06 Desember 2011

Noni Sri Ayati Purnomo, B. Eng., MBA Dengan 21 Ribu Blue Bird Modal Gadai Rumah

Sejak usia dini, Noni sudah terlibat di perusahaan taksi yang dirintis sang nenek. Modal 2 mobil, berkat gadai rumah menjadi 25 mobil. Lulus SMA ia kuliah di Australia tamat tahun 1994. Lalu kembali  mengurusi Blue Bird, karena kurang gereget, lalu ia hengkang ke Amerika untuk menggenggam S2. Bekal inilah yang memoles Blue Bird hingga berkembang pesat menjadi 21 ribuan armada berikut menghidupi sekitar 31 ribu orang karyawan.

Awalnya hanya dua mobil yang digunakan dan dijadikan taksi. Tapi ide kreatif sang nenek, Mutiara Siti Fatimah Djokosoetono mampu dikembangkan dengan cerdik. Meski semula hanya taksi abal-abal karena perolehan ijin resmi yang sulit, dengan perjuangan keras akhirnya ijin itupun didapatkannya. Bahkan dalam perjalanannya untuk dapat modal pinjaman bank yang kemudian dibelikan 25 mobil, rumah keluarga pun terpaksa harus digadaikan.


Saat itu Noni kecil sudah terlibat dalam aktivitas dan mengurus keperluan para sopir taksi. Namun kegiatan itu terhenti ketika ia harus pergi ke Australia untuk melanjutkan pendidikan S1-nya. Disana Noni kuliah mengambil jurusan Teknik Industri. Setelah selesai ia kembali dan bekerja di Blue Bird sebagai supervisor di bidang operasional. Gajinya kala itu 70 ribu rupiah dan ia terbiasa kerja dari sore sampai jam 12 malam, karena paginya ia juga bekerja di tempat lain.

Setahun bekerja dalam rangka memajukan perusahaan keluarga, Noni pun melanjutkan studi S2 di Amerika Serikat. Dua tahun kemudian ia pulang dengan menggondol ijazah master di bidang marketing dan finance. Kehadirannya kali ini memberikan warna baru dalam perusahaan. “ Saya bangun bisnis development. Tujuannya untuk ekspansi perusahaan dan perbaikan internal. Dengan komitmen semua pihak, strategi itu pun akhirnya membuahkan hasil” beber Vice President Business Development BBG kelahiran Jakarta, 20 Juni 1969 ini.

Kini BBG telah menjadi perusahaan taksi terdepan dan ternama di Indonesia dengan puluhan ribu armada. Bahkan taksi ini sudah menjadi bagian dari gaya hidup masyarakat metropolis.



»»  Selengkapnya...

Senin, 05 Desember 2011

Dr. Sonia Wibisono Suplier Alat Kecantikan


Dokter cantik, murah senyum dan selalu berpenampilan fashionable ini kerap tampil di layar televisi menjadi presenter atau menjadi narasumber di acara kesehatan. Di sela-sela kesibukannya sebagai dokter dan wara-wiri di televisi, ternyata dr. Sonia Wibisono juga punya kesibukan berbisnis. Kali ini istri dari Robert Adhi Wardhana Wibisono ini membocorkan beberapa bisnis yang saat ini sedang dikelolanya.

Sudah setahun, dr. Sonia menyuplai Platinum Electronic Roller Refa ke beberapa dokter dan klinik-klinik kecantikan. Refa adalah semacam alat kecantikan yang berbentuk roller dengan menggunakan arus listrik, namu diyakini dr. Sonia aman dan bisa mengencangkan kulit yang kendur pada permukaan wajah, leher, lengan, perut, paha dan betis.

“ Dengan alat ini kita tidak perlu ke salon untuk urusan kecantikan. Saya sendiri sebagai orang yang punya banyak kegiatan sama sekali tidak punya waktu untuk ke salon. Makanya saya berpikir untuk menjadi supplier Refa yang saya datangkan langsung dari Jepang, karena alat ini sangat memudahkan saya” jelas perempuan kelahiran Jakarta, 11 Oktober 1977 ini.

Selain berbisnis sebagai penyuplai alat kecantikan , dr. Sonia juga memiliki bisnis restoran dan event composer. Khusus restoran yang berada di Darmawangsa ini, dr. Sonia mengaku tidak banyak turun tangan untuk mengelola, semua diserahkan kepada temannya. Ia hanya sebagai investor. Selain itu, dr Sonia juga mempunyai bisnis event composer, sebagai penyelenggara talkshow kesehatan, kecantikan dan digabungkan dengan fashion show. Ia tengah juga memiliki project menulis buku The Doctors, bersama dokter lainnya seperti dr. Boyke, dr. Tompi dan dr. Lula Kamal. (majels)

»»  Selengkapnya...

Minggu, 04 Desember 2011

Bisnis Dari Rumah, UKM On Line Dengan 35 Ribu Anggota


Tekad membantu para pebisnis usaha kecil menengah (UKM) agar mampu memanfaatkan fasilitas on line demi memaksimalkan bisnis, pasangan suami-istri Cheriatna (BDR). Bisnis yang potensial dikendalikan dari rumah via 35 ribu anggota.

Setelah lebih dulu mengalami jatuh bangun dalam bidang usaha off line melalui sebuah blog maka muncul keinginan untuk berbagi.” Awalnya adalah pengalaman pribadi, saat saya dan keluarga sekitar tahun 2006 mengalami pengalaman pahit, bisnis off line yang kami buat ternyata tidak berhasil. Peristiwa tersebut ternyata membawa saya untuk bertemu dengan seorang anak muda dari Singapura yang telah menuai sukses bisnisnya dari internet” jelas Cheriatna. Hal tersebut memacunya untuk kembali memulai bisnis, tapi yang dipilihnya kali ini adalah media on line.

Setelah sekitar dua tahun menjalankan bisnisnya dari online, Cheriatna mulai merasakan hasilnya hingga berhasil mewujudkan beberapa impiannya. Hanya dengan menjual kompor gas via online, hingga sekarang merambah ke travel, Cheriatna mengaku dari hasil bisnisnya tersebut ia sudah mempunyai kendaraan sendiri hingga jalan-jalan ke beberapa negara.

Lalu ia mulai sharing pengalamannya. Dari situlah komunitas Bisnis Dari Rumah terbentuk sejak berdiri dua tahun lalu. Sekarang, jumlah anggota BDR di laman facebooknya sudah mencapai lebih dari 35.000 orang. Basis kegiatan pertemuan dan pelatihannya kini tidak sebatas hanya kota Jakarta, Depok, Bekasi dan Bandung.

Proses belajar yang dilakukan di dalam BDR memang offline, tapi tidak menutup kemungkinan jika ada yang menginginkan secara online. Bagi mereka yang ingin terjun ke bisnis ini Cheriatna mengingatkan bahwa berbisnis itu yang menentukan adalah attitude atau sikap bukan teknik.” Sikap seperti kita harus sabar dan tekun, disiplin. Harus online minimal punya waktu luang sejam untuk membangun bisnisnya dari laptop. Kemauan itulah yang harus dimiliki. Masalah teknik itu adalah hal yang gampang. Buktinya saya bukan lulusan IT hanya seorang lulusan SMA, tapi bisa” ujarnya.

Semakin berkembangnya teknologi komunikasi memang memungkinkan bagi seseorang untuk mulai berbisnis dan melakukan transaksi perdagangan melalui dunia maya. Selain kemudahan dalam hal biaya, akses yang sangat luas dengan jangkauan ke seluruh dunia, bisnis online saat ini telah menjadi salah satu pilihan populer dalam usaha. Juga tersedianya fasilitas di dunia maya bagi kita yang ingin membangun dan mengembangkan bisnis sendiri seperti blog pribadi hingga situs jejaring sosial.

Namun tidak semua mampu memanfaatkan sarana ini dengan maksimal, sehingga cenderung berjalan ditempat dan tidak menghasilkan profit yang diharapkan. Disinilah peran Bisnis Dari Rumah untuk membantu mereka agar mampu memanfaatkan internet guna mencari pasar, mitra bisnis, hingga peluang bisnis lainnya dengan biaya marketing yang lebih murah dan efektif . Orientasi BDR adalah Usaha Kecil Menengah (UKM) karena dianggap bisnis ini adalah riil. Di dalam BDR sendiri tergabung mulai dari bisnis tenda dan rias pengantin, renovasi rumah hingga menjual beras organik.

Masih banyak UKM yang memiliki produk yang potensial tapi kurang mengetahui bagaimana cara memasarkan, atau mengembangkan pemasaran produknya agar menjangkau pasar yang lebih luas. Itu membuatnya mengutamakan para UKM yang berkeinginan untuk memperluas bisnis via online. Keuntungan dari bisnis ini adalah kita memiliki kebebasan waktu dan kebebasan financial.

Cheriatna juga mengatakan jumlah pengusaha kecil menengah yang pernah mengikuti pelatihan BDR dan sekarang sukses menjalankan usahanya dengan memanfaatkan internet  sudah lumayan banyak. Ia menyebut nama Noer Rachman Hamidi, nama pengusaha yang sukses jadi eksportir sabut kelapa – diluar negeri dimanfaatkan untuk bahan baku isi jok kendaraan pengganti busa. Lalu ada Masrura Ramial pengusaha belut dan rotan. Ada juga Lina Rahmianti asal Karawang yang sukses menjual boneka melalui facebooknya serta Grace Ananta salah seorang anggota BDR Bandung dimana produk bonekanya diminati oleh pengguna dunia maya hingga mancanegara.

Jadi tunggu apalagi kalau anda ingin belajar kiat sukses berbisnis dari rumah dengan memanfaatkan teknologi internet silakan bergabung dengan laman Bisnis Dari Rumah di facebook dan mengikuti pelatihan bisnis online yang digelar BDR secara gratis. (majels)
»»  Selengkapnya...

Jumat, 02 Desember 2011

Eno Netral, Omzet 300 Kaos Limited Edition


Kebiasaan mengenakan kaos dengan desain simpel tapi fashionable telah mengantarkannya menjadi pebisnis distro di kalangan selebritis. Dari sekadar menjalankan bisnis kaos secara konsinyasi, kini Eno sang penabuh drum grup band Netral sudah memiliki toko distro dengan produksi 300 kaos setiap bulannya.

Membangun bisnis bisa dimulai dari apa yang ada pada diri kita atau yang kita sukai. Sama halnya yang dilakukan Eno Netral. Disamping kesibukannya menabuh drum di grup band Netral, Eno juga sibuk mengelola bisnis distro Racerkids, yang dibangunnya sejak 2001.

Berawal dari kesukaannya mamakai kaos-kaos dengan desain simpel namun unik sampai Eno bertemu dengan seorang teman yang menawarkan desain kaos dan mengajaknya berbisnis jualan T-Shirt. Dengan modal 10 juta rupiah Racerkids mulai berjalan. Eno sendiri khusus mengurusi bagian promosi karena memanfaatkan dirinya yang merupak seorang public figure sedangkan temannya bagian produksinya.

Alasan pria bernama lengkap Eno Gitara Ryanto ini memilih berjualan kaos karena menurutnya penjualan kaos lebih besar dibandingkan celana, topi dan sepatu. Selain itu memang dari awal Eno sendiri punya konsep bisnis berdagang kaos-kaos yang simpel, bisa dipakai sehari-hari saja dan cocok dipakai saat manggung.
Omset penjualan kaos dengan sistem konsinyasi ternyata hasilnya cukup lumayan. Maka pada tahun 2003 Eno mengembangkan bisnis distro Racerkids ke dalam toko yang berada dijalan Supomo Pancoran. Dan kini toko Racerkids telah berpindah ke jalan Tebet Barat Dalam Raya no 12.


Mengalami pindah toko sampai tiga kali dari tempat kecil ke bangunan yang lebih besar, membuktikan kalau distro milik Eno mengalami perkembangan dan otomatis omset juga bertambah. Sebagai permulaan dulu hanya berjualan kaos-kaos saja, tapi sekarang toko sudah mulai banyak isinya, tidak sekadar kaos saja.
Sekarang Racerkids menyediakan polo shirt, denim, sepatu, belt, topi, asesoris. 

Pokoknya kebutuhan fashion. Dan dalam sebulan distro ini produksi ulang kaos sebanyak 200-300 kaos, dengan harga jual antara 100 ribu sampai 150 ribu rupiah. Denim dihargai sekitar 200 ribuan, asesoris dan belt antara 100 ribu sampai 300 ribu. Sedangkan sepatu Racerkids dikenakan harga 300 ribuan, topi 75 ribu sampai 100 ribu.

Tidak hanya beromset 300 kaos yang habis tiap bulan,namun Eno juga sudah melakukan produksi sendiri untuk produk kaosnya. Dari desain, proses jahit sampai sablon dikerjakan karyawan Eno di Bandung. Istimewanya lagi, desain kaos yang diproduksi Eno adalah Limited Edition.

 “Desain kaos racerkids adalah limited edition, karena di produksi sedikit untuk satu jenis desain. Pelanggan saya adalah pembeli yang selektif dan saya tidak mau kalau kaos Racerkids banyak dipakai dengan desain yang sama karena pasarannya jadi turun. Saya ingin konsisten dengan bisnis . Jangan gara-gara satu desain laku keras maka produksinya diperbanyak. Saya selalu yakinkan ke pelanggan kalau kaos racerkids itu limited edition, harga terjangkau, tapi kualitas bahan bagus” pungkas Eno. (els)







»»  Selengkapnya...

Kamis, 01 Desember 2011

Daliza Music Centre, Reparasi Alat Musik Omzet 25 Juta


Makin besarnya minat bermusik ternyata membuka peluang bisnis servis alat-alat musik. Siapa sangka jasa reparasi ini ternyata sanggup mendulang omzet hingga puluhan juta ? Dana Suhana sudah membuktikannya. Mantan karyawan di sebuah perusahaan otomotif ini kini sukses menapaki bisnis jasanya setelah nekat mengikuti minatnya.

Dana memulai bisnisnya dengan usaha sewa peralatan musik. Saat makin berkembang Dana pun memboyong usahanya kesebuah ruko agar lebih fokus. Saat itu, ia mengaku hanya bermodalkan 30 juta yang digunakan untuk membangun studio dan membeli alat-alat musik.

Bisnisnya ternyata berkembang. Daliza, begitu ia menamakan bisnisnya, akhirnya berkembang tidak hanya sewa menyewa alat musik  dan studio tapi juga sekolah, maintenance bahkan konsultan musik. “Tahun 2008, saya putuskan untuk hengkang dari kantor tempat saya bekerja dan fokus menekuni bisnis ini” papar Dana.
Keputusannya itu ternyata tepat. Daliza makin berkembang. Namun berkembang bukan dari sisi banyaknya jasa yang ditawarkan, tapi dari makin tajamnya fokus bisnis yang dibidik.” Sekarang saya lebih memfokus kan pada servis alat musik dan terutama gitar, namu bukan mass product melainkan custom guitar” ujar Dana. Padahal saat itu custom guitar belumlah menjadi pilihan yg populer.

Tak mau menyerah Dana terus berpromosi memanfaatkan jaringan. Kini custom guitar sudah makin diminati dan produk buatannya, Syukey juga makin dicari penggemar guitar. Untuk servis Daliza mematok harga yang variatif, tergantung kerusakan.” Antara 75 rb hingga 100 rb untuk pengecekan dan 200 rb-500 rb untuk perbaikan” ungkap Dana. “Untuk set-up biaya yang diterapkan antara 100rb-250rb rupiah. Umumnya service yang dilakukan Daliza berupa setting, set-up dan characterize. Waktunya relative, bisa beberapa hari hingga 2 minggu. Seringkali terbentur di masalah spare part, terutama di produk yang after-sale servicenya jelek”paparnya lagi.

Dana mengakui dengan patokan harga seperti itu, dana bisa mengantongi keuntungan hingga 25 juta rupiah. Dana yang kini telah memiliki 5 orang karyawan mengaku bisnis ini prospeknya bagus. Pemain di bisnis ini makin banyak. Ini disebabkan makin tingginya minat bermusik di kalangan masyarakat serta makin sadarnya menggunakan produk yang berkualitas. Di indonesia custom guitar belum populer tapi sebenarnya harga tidak jauh berbeda dengan guitar biasa yang di upgrade.

Saat ini workshop Daliza mampu memproduksi 3-5 buah custom guitar tiap bulan. Sampai saat ini untuk service custom guitar sudah melayani pelanggan dari kota-kota di Jawa dan luar jawa, professional, amatir dan juga musisi yang sudah beken. (majels)

»»  Selengkapnya...

Selasa, 29 November 2011

Gilang Ramadhan Studio Band, Empat Tahun 25 Cabang

Keinginannya untuk mengajarkan bermain musik khususnya drum bagi semua kalangan adalah motivasi awal seorang Gilang Ramadhan hingga membuatnya terjun ke dunia bisnis melalui lembaga pendidikan drum yang dirintisnya sejak empat tahun yang lalu. Dengan metode pengajaran yang fun dan inovatif, walau masih terbilang baru, Gilang Ramadhan Studio Band telah mampu berkembang hingga 25 cabang.

Pendidikan musik sejak dini penting bagi perkembangan seorang anak. Khususnya drum dimana anak dilatih untuk menggerakkan seluruh bagian tubuhnya. Secara tidak langsung ia telah melakukan olahraga, olah jiwa hingga olah rasa.

Umur dua hingga lima tahun merupakan usia yang baik untuk mereka yang ingin anaknya mulai belajar musik. “Semakin muda maka semakin mempengaruhi mereka dalam pembentukan otak. Dengan bermain drum mereka diajar melatih motorik mereka dari mulai pergerakan kaki, tangan,mata serta pendengaran. Ini bisa menambah tingkat IQ “kata Gilang Ramadhan.

Komitmennya untuk membantu mengembangkan para calon pemain drum yang berbakat diwujudkan dengan memberikan pelayanan yang terbaik namun dengan harga yang terjangkau bagi semua kalangan.
Selain tentu saja mematahkan banyaknya pemahaman bahwa bermain musik itu mahal. Ini sebabnya Gilang Ramadhan Studio Band (GRSB) yang baru empat tahun berdiri ini telah memiliki cabang di beberapa kota besar di tanah air dari mulai Samarinda, Batam, Pekan Baru, Surabaya, Solo hingga Sumatera Barat.

Walau menawarkan dengan harga terjangkau, konsep yang ditawarkan GRSB juga tidak biasa. Gilang yang pernah mengenyam pendidikan di Hollywood Professional School, Majoring in Music dan Los Angeles City Collage, Under Graduate level, Majoring in Percussion inii bahkan telah membuat kurikulum sendiri yang disesuaikan dengan sistem pendidikan di Indonesia.

Dengan berbagai kelas yang ada di GRSB, biaya kursus dari mulai 150 ribu hingga 250 ribu sedangkan untuk privat sebesar Rp1.500.000. Konsep kerjasama pun ditawarkan bagi mereka yang ingin terjun ke bisnis ini dengan investasi mencapai rp 250 juta.

Bagi ayah tiga putri ini, GRSB diharapkan mampu memfasilitasi para remaja dan anak-anak yang memang ingin belajar drum dengan sungguh-sungguh  sebagai wujud mengolah karsa , karya dan apresiasi terhadap musik. (els)


»»  Selengkapnya...

Senin, 28 November 2011

Es Puter dari Kampung Ke Hotel


Bermula menjaja es mong-mong keliling kampung, Muhammad Supri sukses menjadi juragan es puter. Tahun 1985, es puternya naik gengsi dipesan hotel berbintang. Krismon 1998 bisnisnya terpuruk, dengan tertatih ia mulai bangun lagi dengan Istana Es Puter.

Jika disetiap resepsi pernikahan selalu dihadirkan gubug minuman es puter. Sajian menu penutup favorit ini tak lepas dari usaha yang dilakukan Muhammad Supri. Konon tahun 1983 ia menjalankan usahanya dengan modal awal Rp 75.000. Setiap hari ia menjajakan dengan menggunakan gerobak dorong dilengkapi pukulan kenong gamelan. Usaha ini berkembang hingga memperkerjakan 30 orang pedagang keliling.

Akhirnya es puternya naik gengsi menempati meja pesta sekelas hotel berbintang lima. Awalnya tahun 1985 seorang pengusaha katering memesan es puter dengan rasa istimewa untuk hidangan resepsi pernikahan di Hotel Hilton. Dengan cara mengotak-atik agar tercipta rasa lezat. Ternyata ketika dihidangkan es puternya habis diserbu para tamu. Yang berarti tastenya cocok untuk orang gedongan. Sejak itu usaha es puternya kebanjiran permintaan konsumen khususnya dari kalangan menengah ke atas. Hotel-hotel yang menjadi pelanggan setianya seperti Hotel Grand Hyatt, Hotel Menara Imperium dan Niko Hotel.

Berbekal kegigihan dan kerja kerasnya, Muhammad Supri berhasil menjadikan bisnisnya tetap bertahan dari berbagai gelombang yang menerpa. Setelah mengalami kemunduran pada tahun 1998 berbarengan krismon, Muhammad Supri tidak lekas menyerah. Ia tetap berusaha bangkit dari keterpurukan dan tetap mempertahankan bisnis kulinernya. Kini kedai es puter yang didirikan sejak tahun 1990 ini sudah mulai ramai kembali. “ Semua butuh proses , tidak ada yang instan dalam menggapai keberhasilan”.

Pada awalnya Istana Es Puter berlokasi di kawasan Pasar Minggu, namun sejak 1995 lokasinya berpindah di samping Simpang Halte Poltangan Tanjung Barat, Pasar Minggu. Kedai milik pria keturunan Betawi-Cirebon ini sekarang sharing dengan Resto Raja Hiu dan Resto Soto Batok. Kedai yang dikelola pria penyuka musik dan ukiran tradisional ini buka mulai jam 10 siang hingga 11 malam.

Keunggulan produk es puternya yaitu pengolahan dengan memanfaatkan bahan seperti buah-buahan fresh, tanpa penambahan bahan pengawet, pemanis buatan atau essen. Selain menu es puter tersedia pula menu yang menjadi unggulan seperti siomay, kambing guling, es doger, dan menu lainnya sebagai pelengkap pada event-event khusus seperti pernikahan, rapat kantor dan acara lainnya.

Omzet yang didapat dari Istana Es Puter perbulannya sebelum mengalami kemerosotan sekitar 50 juta ke atas, namun sekarang pendapatannya menurun hanya sekitar 20 juta saja. Pemasaran penjualan es puternya biasanya via telepon dan pemesanan secara langsung. 

Promosi melalui media online belum dilakukan karena menghindari ketidaksiapan dari sisi operasional dan tenaga kerjanya sekarang. Menurut pria yang berlatar belakang pendidikan otomotif ini mengutamakan kepuasan pelanggan adalah hal yang paling utama. Rencananya tahun depan Muhammad Supri akan membuka usaha showroom mobil. Sukses selalu (els)

»»  Selengkapnya...

Sabtu, 26 November 2011

Widodo Disto Dengan Kedai Patin Kegemaran Seleb


Sekadar coba-coba dari hobi memasak sewaktu masa kuliah di Yogya. Pemasarannya pun lewat tukang sayur keliling. Kini ia membuka Kedai Disto, tempat yang homey, menu khas ikan patin,juga suguhan musik keroncong menjadi daya tarik pelanggan termasuk para artis dan seniman.

Tak kurang dari Hanung Bramantyo, Angel Karamoy, Samuel Rizal, Alex Komang, Tyas Mirasih, Tengku Ryan, Tompi, Maliq n Déssentials, The Groove,Sheila On 7 dan masih banyak lagi seleb yang kerap menyambangi Kedai Disto. Venue sederhana, namun dibalik keremangan malam tercipta suasana familiar. Sembari menikmati menu khas ikan patin, pengunjung di dalam maupun di teras bebas bercengkrama, diiringi lantunan musik jazz dan keroncong.

Cukup panjang Disto menggali proses kesuksesan ini. Awalnya ia suka masak karena kost saat itu di Yogya. Jika ada tukang sayur maka Disto menitipkan masakannya ke tukang sayur itu. Idenya karena tukang sayur disana selalu lewat tempat perumahan elite di Yogya, maka terpikir kenapa tidak menitipkan masakan jadi ke sana. Ternyata menu kepiting yang dibuat laris manis. Mengetahui hasil masakannya disukai banyak orang dan laku keras  maka muncul cita-cita Disto untuk membuat restoran.

Menghabiskan sebagian masa kecilnya di Yogya, terpisah dari kedua orangtuanya yang saat itu tinggal di Jakarta, membuat Disto mulai akrab dengan dunia bisnis. Dimulai dengan membuat tas kulit untuk menambah uang saku. Sedangkan hobi memasak dimulai ketika Disto sering membantu ibunya di dapur, terutama ketika di rumahnya digelar hajatan besar.

Memasak yang awalnya menjadi kepuasan untuk sendiri akhirnya dijalani lebih serius pada tahun 1999 dengan membuka rumah makan. Tahun 1997 saat ia hijrah ke Jakarta sesudah menyelesaikan studinya di fakultas hukum, keinginan Disto untuk mulai merintis usaha kurang berjalan mulus. Pilihannya bergelut di dunia bisnis saat itu kurang mendapat dukungan dari keluarga.

Bagi Disto terjun ke dunia usaha ibarat dunia liar. Kita sendiri yang membuat aturannya. Hal tersebut menjadikan tantangan tersendiri baginya, ketimbang bergerak di bidang lain. Ia lalu mencoba mendirikan sebuah restoran di bilangan Kebon Jeruk. Sayang kurang mendapat sambutan yang baik. Akhirnya Disto mulai mencari konsep bagaimana agar makanan dan restonya dapat menarik para peminat kuliner.


Ia belajar dari mereka yang sudah lebih dulu sukses. Sebagian besar dari mereka melakukan sesuatu yang baru dan akhirnya menjadi pelopor. Disto pun melakukan inovasi terhadap restonya yang diberi nama Kedai Disto dengan mengkhususkan kepada masakan olahan ikan patin.

Menu ikan patin dipilih supaya berbeda dengan rumah makan lain yang banyak terdapat di kawasan Cipete. Untuk memperkenalkan kedainya, Disto yang juga seorang musisi ini memanfaatkan jaringan musik untuk memperkenalkan kedainya.

Teman-teman sesama musisinya pun tidak luput dari ajakan Disto untuk mencoba resep ikan patin hasil racikannya. Usaha lulusan Universitas Atmajaya ini untuk menarik teman-temannya untuk mengunjungi kedainya juga bukan tanpa kesulitan.Melalui konsep dekorasi yang terbilang cukup sederhana, banyak dari mereka yang menolak diajak ke kedainya. “Pertama mereka diajak kesini awalnya tidak mau. Waktu itu seperti warteg. Gila aja lho diajak ke tempat seperti ini ! kata mereka, namun karena yang kita tawarkan makanan yang enak, akhirnya mereka menyukai tempat ini”ujarnya.

Kini lewat kesan sederhana yang homey, Kedai Disto yang terletak di Jl Cipete Raya ini menjadi terkenal melalui racikan makanan yang enak, murah dan ramah. Andalan utama resto ini adalah sajian ikan patin goreng maupun bakar lengkap dengan sambal hijau. Tidak hanya menjual ikan patin saja , demi membuat nyaman tamu-tamunya di kedai ini, Disto juga menyediakan tempe penyet , ayam bakar, sampai spaghetti. Untuk menjamu tamu kedai ini juga menyuguhkan alunan musik keroncong.

Dengan harga menu Rp 30.000 hingga Rp 90.000 sehari Kedai Disto mampu menghabiskan 20-40 kilo ikan patin. Seiring dikenalnya Kedai Disto dikalangan seniman, artis, hingga berbagai komunitas kedai ini juga pernah disambangi oleh pakar kuliner nusantara Bondan “Mak Nyus” Winarno untuk salah satu acara kulinernya.

Walau kerap dikeluhkan oleh banyak pelangganya karena proses pembuatannya yang cukup lama, namu Disto tetap mementingkan kualitas. “Jika orang yang belum tahu pasti akan protes, namun kita tetap komitmen kepada kualitas. Kita percaya jika mereka sudah mencoba, pasti mereka akan kembali lagi” tandas Disto mengakhiri penyampaiannya.(els)
»»  Selengkapnya...

Kamis, 24 November 2011

Perry Tristianto Tedja Raja Factory Outlet, Modal Amplop Pernikahan


Mengawali dunia usaha dengan berjualan kaos music edition di toko-toko kaset sampai pinggiran Balai Sidang Jakarta, bermodalkan amplop pernikahan. Nama Raja Factory Outlet melekat, sebagai perintis dengan 110 FO yang  dibangunnya. Perry Tristianto kini sukses membangun 20 tempat usaha garment, kuliner dan tempat wisata dengan omzet milyaran rupiah.

Pernah makan buah strawberry di All About Strawberry sambil main flying fox? Pernah makan sosis di Rumah Sosis sambil bersepeda? Atau makan tahu dengan nuansa pom bensin di Tahu Lembang ?Tempat  wisata sekaligus kuliner yang berada di kawasan Bandung ini memang disajikan sangat unik oleh si pemiliknya.

Tidak heran banyak orang penasaran dan berbondong-bondong datang dari dalam maupun luar Bandung untuk menikmati keistimewaan kuliner dan wisatanya.Tempat wisata tadi hanya sebagian bisnis yang dimiliki oleh Perry Tristianto Tedja, seorang pengusaha yang kini memiliki 20 tempat usaha dan telah 110 kali mendirikan Factory Outlet (FO).

Insting dan naluri bisnis Perry dimulai sejak 23 tahun yang lalu, saat ia keluar sebagai karyawan di sebuah perusahaan label pada tahun 1988 dan membuatnya berjualan kaos ke toko-toko kaset. Dengan modal Rp 1.350.000 hasil dari amplop pernikahan Perry mulai membuat kaos dengan desain gambar musisi dan penyanyi terkenal di eranya kemudian dititip di toko kaset. Ternyata jualan kaos di toko kaset laku keras.

Karena kaos dagangannya dan semakin banyak orang yang mencari dimana bisa membeli kaos itu maka Perry pun membuka toko pakaian dirumahnya sendiri di kawasan Cihampelas. Pada saat itu celana jeanssedang diminati dan hampir semua toko di Cihampelas berjualan jeans. Disini insting Perry menciptakan pasar dimulai lagi. Menurutnya pasangan celana jeans adalah kaos, maka Perry pun berani buka toko kaos di Cihampelas walaupun disekitarnya toko jeans.

Semenjak Pria kelahiran Bandung 22 Februari 1960 ini membuka toko kaos di Cihampelas, seketika ibarat virus, Perry sudah memberi pengaruh terhadap pelaku bisnis di Bandung. Karena dalam waktu sekejap banyak yang ikutan berjualan kaos Cihampelas. Merasa tak cukup puas di Cihampelas,pada tahun 1993 sampai 1994 bisnis garment Perry masuk ke perumahan nasional.

Saat itu Perry hanya berharap toko pakaiannya bisa mencapai omset 500 ribu – 1 juta rupiah setiap harinya. Ternyata omsetnya tercapai sehingga Perry pun membuka bisnis garment yang lainnya. Salah satunya yang paling terkenal di Bandung, The Big Price Cut.

The Big Price Cut yang terletak di Graha Manggala Siliwangi adalah salah satu toko pakaian Perry yang fenomenal. Karena toko ini nama Perry mulai dikenal sebagai pebisnis garment.  Tidak sampai disitu , Perry semakin meramaikan dunia bisnis garment di Bandung pada tahun 1999 ketika suami dari Elen Berkah ini membuka toko pakaian bernama Factory Outlet Store atau FOS.

Berkat toko FOS, istilah Factory Outlet menjadi populer dan menjadi trendsetter bagi toko-toko baju lainnya untuk memakai nama FO. Sejak itu pula FO milik Perry terus menjamur di Bandung, bahkan Perry sudah membangun lebih dari 110 FO dengan nama yang berbeda-beda.

Memasuki tahun 2002 Perry membangun usaha yang dinamakan All About Strawberry. Setelah booming dengan buah Strawberry tahun 2005 Perry membuka usaha kuliner Rumah Sosis. Awalnya Perry hanya membuat konsep jualan sosis kecil-kecilan saja dengan target 80 gross sebulan. Namun lama kelamaan sosis milik Perrybanyak diminati dan dari situ Perry berpikir bahwa itu harus dibesarkan. Maka dibangunlah rumah sosis yang kini omsetnya 1 miliar per bulan.(els)
»»  Selengkapnya...

Selasa, 22 November 2011

Ratnawati Sutedjo Bersama Ribuan Produk Hasil Tuna Rungu

Hidup bukan hanya tentang kita. Tapi hidup juga soal bagaimana kita mampu berbuat sesuatu untuk orang lain. Di tengah budaya mengejar kesenangan dan keuntungan pribadi, Ratnawati Sutedjo memberdayakan para tunarungu untuk berkreasi menghasilkan ribuan produk kerajinan yang memiliki nilai jual. Inilah jenis pengusaha berbasis sosialpreneur yang selalu menjadi inspirasi.

Kesulitan hidup yang dihadapi orang lain menjadi spirit sejumlah orang untuk berbuat yang bermanfaat. Hal itulah yang dilakukan Ratnawati Sutedjo. Para socialpreneur memang biasanya lahir oleh kekecewaan mereka terhadap sistem. Kekecewaan mereka bukan diungkapkan dengan berbicara maupun mengkritik, namun memilih menggunakan dunia usaha untuk membantu sesama.

Melalui pendekatan wirausaha, Ratna memberdayakan para tunarungu agar mampu lebih produktif sehingga mereka kembali memiliki kepercayaan diri dan berharga. Lewat Precious One mereka yang berkebutuhan khusus mendapatkan tempat untuk beraktualisasi diri dalam bentuk kerja dibawah yayasan sosial Karya Insan Sejahtera.

Precious One juga melatih dan menciptakan lapangan kerja bagi para tunarungu utk bisa menghasilkan karya. Kini hasil karya mereka telah dijual pada sebuah toko di sejumlah pusat perbelanjaan di Jakarta. Mulai dari alat peraga cerita, boneka, tas, tempat tissue hingga baju. Penggemar untuk hasil karya merekapun ternyata beragam. 

Mulai dari perusahaan yang sering memesan hiasan dinding bertuliskan semacam slogan perusahaan atau produk lain yang digunakan sebagai goodie bag hingga ke kalangan sekolah yg memesan alat peraga.
Soal ide awal membuat kartu ucapan di dapatnya saat pergi ke Pasar Senen untuk membeli karpet plastik. Tidak hanya kartu ucapan, Ratnawati juga mengajari mereka membuat jepit rambut, dompet, sarung bantal, penutup galon air, boneka jari dan berbagai kantong. Dari sini produk mereka terus berkembang, tidak hanya memiliki karya nilai seni tapi juga ada sisi edukasi.

Mereka sempat membuat ribuan pesanan untuk sebuah perusahaan . Ia membanderol beraneka produk kerajinan Precious One mulai dari harga Rp 7000 sampai Rp 350.000 . Saat ini Precious One memiliki dua divisi baru yaitu, Temui Paper Craft yang khusu s membuat boneka tiga dimensi serta The Silent Art, divisi kerja untuk pewarnaan batik.


Bagi socialpreneur seperti Ratnawati pendekatan kewirausahaan yang dilakukannya tidak hanya semata dipakai untuk mencari uang. Mereka memang bekerja seperti halnya entrepeneur, mulai dari membangun usaha, merekrut pegawai, menciptakan produk dan menyalurkan kesejahteraan. Namun inti semuanya adalah tentang membangun rasa berharga diri para tuna rungu.(els)
»»  Selengkapnya...

Senin, 21 November 2011

Raja Cendol 500 Outlet Lulusan SD


Jagat percendolan sempat dibuat geger. Hadirnya Es Cendol Gading yang beromset satu juta rupiah perhari membuat seluruh mata pedagang cendol tercengang. Adalah Nurul Huda, seorang tukang cendol keliling yang membuat gebrakan. Setelah 20 tahun berkiprah di dunia cendol, akhirnya ia sukses menjadi raja cendol. Kini, ia sudah memiliki 500 outlet di berbagai kota dengan omset 60 juta –an perbulan.

Demi membidik sukses , usai tamat SD di tahun 1986, Nurul Huda hengkang ke Bandung dari kampung halamannya di Pekalongan, Jawa tengah. Sebagi anak yang terlahir dari keluarga pas-pasan, melanjutkan sekolah adalah sebatas mimpi.

Pilihan satu-satunya adalah membantu ekonomi orangtua dengan berdagang. Tepatnya tahun 90an saya berkelana ke Bandung. Usia saya waktu itu masih belasan tahun. “Dua tahun pertama saya bekerja serabutan, mulai dari mencuci baju, tukang pijit dan seabrek pekerjaan rendahan lainnya. Semua saya lakukan yang penting bisa bantu keluarga.” Ucapnya.

Di tahun ketiga, Nur memutuskan untuk berjualan cendol keliling. Dengan bermodalkan 320 ribu rupiah sebagian besar adalah hasil pinjaman, Nur memaksakan diri untuk berjualan. Saat itu dalam sehari dia hanya mampu mengumpulkan 20 ribu rupiah. Tak jarang cendol jualannya tidak laku di pasaran.

Pada tahun 1996, Nurul Huda pun hijrah ke jakarta. Tempat pangkal cendolnya di Bandung ia tinggalkan. Di Jakarta ia kebingungan untuk bekerja. Tak ingin lama dalam situasi itu ia pun kembali menjadi penjual cendol keliling. Setiap hari ia mendorong gerobak cendolnya tanpa lelah dari Gunung Sahari hingga Glodok.

Sukses di Glodok ia pun mulai memikirkan untuk membuka di tempat lain. Ia akhirnya memilih membuka cabang di Pasar muara Karang, setelah itu secara beraturan cabang lainnya pun menyusul seperti di Pasar Pagi Mangga Dua dan Pasar Klapa Gading. “Nah di Kelapa Gading inilah saya berkeinginan untuk menjadi pengusaha beneran. Saya mencari guru entrepeneur. Ketemulah dengan dr Wahyu Saidi, beliaulah yang mendidik saya. Dari sana saya dipercaya untuk mensupplay cendol ke restorannya “, kata pria yang memberi nama usahanya dengan Es Cendol gading ini.

Saking larisnya di pasaran, Cendol Gading buatan Nur akhirnya banyak dilirik orang. Saat ini peras keringat Nurul Huda sudah terbayar lunas. Pasalnya, usaha cendol yang dirintisnya 20 tahun lalu sudah berbuah manis. Sejak dibuka program kemitraan , kini ia telah tercatat mewaralabakan 500 outlet di seluruh Indonesia.Es cendol gading pun memiliki berbagai varian rasa mulai rasa nangka, durian, jahe dan lainnya.

Untuk mensupplay bahan baku ke berbagai outlet, dalam sehari ia menghabiskan sebanyak 5-10 dandang besar atau sekitar 50 paket. Satu paketnya cukup untuk 50 gelas es cendol. Terkait omset ia mengaku dari pewaralaba saja dalam sebulan minimal dapat 50-60 juta rupiah. Belum termasuk dari penghasilan es cendol miliknya sendiri yang kini ada di 7 tempat.

Dengan konsep bisnis yang praktis, murah dan mudah dijalankan, Nurul Huda membuka kesempatan kepada siapa saja yang ingin memiliki usaha mandiri dengan membuka outlet atau cabang Es Cendol Gading. Cukup dengan modal awal 5 juta (dalam kota) atau 7.5 juta (luar kota) siapapun sudah bisa memiliki usaha potensial ini. Karena bisnis Es Cendol adalah bisnis yang tidak ada matinya. Es Cendol bisa dinikmati kapan saja, baik dalam cuaca panas ataupun dingin. Dan menurut pengalaman H.Nurul Huda, masa paling bagus untuk membuka outlet Es Cendol Gading adalah 1-22 bulan menjelang bulan Ramadhan. Biasanya menjelang bulan ramadhan, outlet bisa meningkat 3 x lipat dari omzet dihari biasa.
Dari hasil jerih payahnya membangun usaha cendol, kini Nurul Huda sudah terbilang mapan. Rumah, mobil, sawah, kebun dan investas lainnya sudah dimilikinya. Ia juga sudah melakukan ibadah haji ke Baitullah. Meski sudah mengikuti banyak investasi, Ia berjanji tidak akan melupakan cendol yang telah membesarkan namanya.



»»  Selengkapnya...