Mewahnya hidup sebagai direktur utama sebuah Bank di Sumatera Selatan sudah ia rasakan. Namun ia tetap merasa gelisah. Akhirnya ia resign dan hengkang ke Jakarta, menjadi gelandangan tanpa tujuan. Pasca perjuangan keras, melalui jahe merah Cangkir Mas, Jakarta pun bertekuk lutut. Kini sehari ia bisa memproduksi 500 kg jahe dengan omset menggiurkan.
Jauh sebelum ia berhasil menembus kursi sebagai Dirut Bank
di Palembang, Darul Mahbar sempat mencoba beberapa bisnis untuk menambah
ekonomi keluarga. Mulai dari bisnis sembako, percetakan hingga distributor
pulsa semua sudah dilakukannya. Namun sayang, bisnis-bisnis itu selalu berujung
kisah kelam. “Bisnis sembako tutup, di percetakan kena tipu, di distributor pun
berakhir dengan kebangkrutan”, ucap Darul mengenang masa lalu.
Debut profesionalnya dimulai dari tahun 1995 sebagai account
officer di Bank Perkreditan Rakyat. Ketekunan dan kerja kerasnya membuahkan
hasil. Setelah 10 tahun bekerja, tahun 2005 ia berhasil menjadi Direktur Utama
BPR di Palembang.”Saat itu sebenarnya hidup saya sudah enak. Gaji besar tapi
ternyata pengeluaran pun besar. Tiga tahun saya menjadi Dirut, saya memutuskan
untuk keluar. Saya merasa karir saya sudah mentok. Tidak ada jabatan lain lagi
yang saya kejar.”kisah lulusan Universitas Muhammadiyah Malang ini.
Keputusannya itu tentu berdampak besar. Perekonomian
keluarga menjadi goyah. Dalam kondisi itu di tahun 1998 ia memilih untuk hijrah
ke Jakarta tanpa rencana apapun. “Banyak orang yang menertawakan saya. Bagaimana tidak, semula posisi saya sebagai Dirut Bank lalu
ke Jakarta menjadi pengangguran. Sebulan di Jakarta saya hanya main-main saja,
tidak tahu apa yang mesti dikerjakan”, ungkapnya.
Mengisi kekosongan, ia dan seorang temannya nekat mulai
berbisnis jual beli HP di Roxy Mas. Sayang hanya tiga bulan saja bisnis yang
dijalaninya itu kandas. Beruntung disaat yang sama ia juga berbisnis gula aren
dan tepung tapioka. Gula aren dan tepung tapioka ia tawarkan ke para pedagang
pempek di Jabodetabek. Darul Mahbar sendiri yang memanggul peti-peti gula dan
tepung itu. “Ya namanya juga menawarkan barang, tidak semua pedagang pempek
menerima gula dari saya. Banyak pula yang menolak” kata pria kelahiran 23
Desember 1970 ini.
Secara kebetulan supplier yang memasok kebutuhan gula aren
dan tepung itu juga menyediakan jahe. “Saya minta dikirimkan sampel satu karung
jahe ke tempat saya. Awalnya saya mau jual lagi tapi ternyata sampelnya jelek,
jadi saya biarkan saja jahe itu hingga mengering. Lalu teman saya bilang,
sayang kalau tak digunakan mendingan dibuat minuman saja. Dibuatlah minuman
dengan menggunakan blender. Eh ternyata rasanya enak,”ujarnya.
Dari situlah otak bisnisnya mulai bekerja. Karena ia tak
paham seluk beluk jahe, ia pun mencari tahu dari berbagai referensi dan
internet. Jahe hasil blenderannya pun ia tawarkan di internet. “Ternyata
tawaran saya itu ada yang merespon. Wah ini prospek untuk dijadikan peluang
bisnis”kata suami Endang Susilowati ini.
Produksi jahe pun mulai ia jalankan. Sehari bisa memblender
1 hingga 5 kg jahe. Masalah pun datang, blender yang digunakan selalu jebol.
Sementara pasar semakin bergairah. Perlahan, masalah-masalah yang dihadapinya
mulai terurai. Puncaknya, ia memberi kemasan eksklusif dan label Cangkir Mas
pada produk yang dijualnya. Bukan itu saja, ia juga mengurus ijin usahanya
secara serius.
Kini bisnis yang dilakoninya semakin berkembang pesat.
Bahkan dalam sehari ia bisa memproduksi sekitar 500 kg jahe. Jahe yang
diproduksinya pun dikemas dalam 3 varian kemasan; toples, sachet kotak dan
sachet. Saat ini produk Cangkir Mas juga sudah bisa ditemukan di
beberapa minimarket di Jabodetabek dan hypermarket di seluruh Indonesia.
“Mengenai harga untuk yang sachet dijual dengan harga sekitar Rp 2000 ” akunya.
Saat ini untuk meningkatkan kapasitas produksinya, ia juga tengah menjalani
kerjasama dengan para petani di beberapa kota untuk terus menanam jahe merah.
Selama ini bahan baku berasal dari bengkulu, Lampung, Jawa dan Sulawesi.
Bahkan, ia kini juga sudah membuka program kemitraan dengan
nama Red Ginger Corner, sebuah kemitraan yang menjual aneka varian rasa jahe.
Saat ini outletnya sudah tersebar di 10 kota di tanah air seperti Jakarta, Bandung, Malang, Surabaya, Madura
dan lain-lain. Untuk kemitraan harga yang ditawarkan berkisar 7,5 juta dan
sudah mendapatkan fasilitas lengkap dengan produknya.
Ke depannya Darul Mahbar berkeinginan untuk memantapkan
bisnisnya dengan mengangkat jahe ke kelas resto, bukan hanya KK5. Terkait omset
ia hanya berkelakar, “Yang jelas bisa melebihi gaji saat saya masih jadi Dirut
BPR dan bisa menghidupi 20 karyawan,” pungkasnya. (majels)
Yang kyak begini ini..luar biasa,salut buat pak DM..berani keluar dari zona sangat nyaman..
BalasHapusSaya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.
BalasHapusNama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.
Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.
Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.
Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut