Kamis, 29 Desember 2011

D’Paris Silver Bisnis Kemilau Retail Perhiasan


Bisnis franchise kini kian merambah dalam berbagai jenis bidang usaha. Termasuk dalam bisnis retail perhiasan . D’Paris adalah satu-satunya jenis usaha retail perhiasan khusus silver yang diwaralabakan di Indonesia dengan total investasi 130-150 juta.

Untuk menunjang kecantikan dan fashion, biasanya kaum wanita memadukannya dengan perhiasan. Dahulu perhiasan emas memang lebih dominan digunakan karena dianggap lebih berharga. Namun memasuki era milenium perhiasan silver dan emas putih mulai mewabah dan dijadikan trend baru untuk fashion di dunia termasuk Indonesia. Bersamaan dengan maraknya penggunaan perak dan emas putih , saat itu muncul juga jenis usaha retail asesoris dan perhiasan yang mengusung balutan perak dan emas putih untuk semua jenis perhiasan sebagai barang dagangannya. Salah satunya D’Paris.

D’paris memang bukan usaha retail perhiasan pertama di Indonesia. Namun hanya D’Paris yang bertahan dan berkembang dengan pesat sebagai usaha retail perhiasan silver di Indonesia. D’Paris dibuka pertama kali pada bulan Desember tahun 2001. Dulu berawal dari counter kecil saja yang berada di Mal Ciputra. Alasannya bapak Thomas Suhil pemilik D’Paris memilih bisnis asesoris dan perhiasan perak, karena yang dituju sebagai target marketnya adalah wanita. Wanita dimana-mana senang belanja dan ingin selalu cantik. Pokoknya wanita adalah target market paling mudah, khususnya wanita kelas mahasiswa dan ibu-ibu yang suaminya mapan bekerja. Selain itu pada tahun 2001 belum banyak bisnis perhiasan seperti ini.

Dini Andina, Public relations D’Paris mengatakan dulu D’Paris hanya disebut sebagai usaha retail asesoris karena harga perak masih lebih murah dibanding harga emas. Namun dengan perkembangan jaman, harga perak juga semakin naik . Dengan begitu perak sekarang dikategorikan perhiasan dan D’Paris pun sekarang menjadi retail perhiasan. Tidak hanya itu,bisnis yang sudah berjalan selama 10 tahun ini awalnya hanya menyediakan asesoris anting, cincin, kalung, gelang yang terbuat dari silver dan dilapisi emas putih. Penambahan jenis perhiasan pun dialami dari tahun ketahun . Pada saat trend body piercing di kalangan anak muda merebak, D’Paris menyediakan jasa body piercing dan menjual perhiasan dari Titanium.
Setelah itu D’Paris menambah daftar barang dagangannya dengan perhiasan yang terbuat dari steel. Dan terakhir perhiasan Charm pun ikut meramaikan daftar perhiasan D’Paris.

Tidak hanya lengkap menyediakan berbagai jenis perhiasan yang 100% di impor dari China, Thailand,Hongkong dan Malaysia, soal kualitas kandungan perak dalam balutan perhiasan, D’Paris juga memberikan yang terbaik. Dhini mengemukakan soal kandungan steel  yang dijual di D’Paris tidak ada campuran nikel, dan dijamin tidak berkarat, tidak kusam dan tidak menimbulkan alergi. Kualitas silver dan steel pada perhiasan D’Paris adalah yang terbaik. Selain memberikan kualitas yang luar biasa D’Paris juga memberikan service untuk segala kerusakan , baik barang yang dibeli di D’Paris maupun produk lain. D’Paris juga menerima perhiasan silver ataupun lapis emas putih yang sudah rusak dan akan ditukar dengan voucher diskon belanja di D’Paris, kemudian akan diberikan garansi.

Terhitung sejak tahun 2009, D’Paris mulai membuka kemitraan franchise. D’Paris membuka kesempatan kemitraan franchise kepada siapapun, tetapi dengan syarat tidak membuka gerai di kota Jakarta, Bandung dan Surabaya. Sampai saat ini, D’Paris sudah memiliki 35 outlet cabang sendiri dan lima gerai franchise. Istimewanya, D’Paris adalah satu-satunya bisnis retail perhiasan yang diwaralabakan.

Harga paket franchise yang ditawarkan terbagi menjadi dua tipe, yaitu 130 juta untuk counter kecil seluas 9 meter dan 150 juta untuk counter besar seluas diatas 9 meter. Yang membedakan antara counter kecil dengan counter besar adalah biaya barang dagangan. Adapun perincian dari total investasi yang ditawarkan tersebut adalah franchise fee selama lima tahun, design fee, training dan barang dagangan lengkap.

Namun harga investasi ini belum termasuk biaya pembuatan both dan biaya tempat. Sedangkan untuk pembagian keuntungan , D’Paris memberlakukan royalti fee sebesar 5% perbulan dan marketing fee 3% perbulan dari omset. Dikenakannya biaya marketing fee karena hampir tiap bulan D’Paris selalu mengadakan promo seperti pemberian hadiah atau pengadaan diskon dan pemasangan iklan di berbagai media majalah. Dari penjelasan tersebut, Dini meyakinkan kalau franchise akan mengalami balik modal di bawah dua tahun. (majels)

»»  Selengkapnya...

Selasa, 27 Desember 2011

Prima Imaging, Foto Keliling Naik Kelas Dunia

Berkat hobi dan passion Warren A Kiong sebagai direktur utama Primaimaging berkembang semakin maju. Perusahaan yang berdiri pada tahun 1981 ini diawali dengan usaha “ prepress and digital imaging house”, enam tahun kemudian menjadi penyedia alat-alat fotografi yang berkualitas tinggi untuk para komersial fotografer di Indonesia, mulai dengan menjual peralatan lampu studio ternama dan terbaik didunia, yaitu Broncolor Swiss, kemudian kamera Large Format Sinar, Foba studio  stand, ceiling rail system dan ballhead.
“ Visi kami untuk memajukan dunia fotografi di Indonesia terutama industri fotografi komersial atau periklanan agar menjadi sebuah industri kreatif  yang berkualitas tinggi dengan kemasan yang  dapat diterima dunia kedepannya” ujar Warren A Kiong.

Selain sebagai suplier produk berkualitas, juga konsisten mengadakan edukasi melaluiseminar-seminar dengan para profesional fotografer  Indonesia bahkan fotografer ternama dunia Piart School merupakan komitmen edukasi bagi primaimaging , dengan membuka tiga tahapan fotografi yaitu : introduction class, basic lighting class serta intermediate class. Hingga kini telah menghasilkan alumnus 250 siswa terbaiknya.

Peralatan fotografi tergolong mahal, begitu pula produk yang disediakan Primaimaging seperti lampu Broncolor Swiss, lampu Studio visatec Swiss, lampu Video Kobold Swiss, kamera Phaseone Denmark, Leaf Digital back system, kamera Mamiya Japan, lensa Schneider Germany, Filter B+W Germany, Photograpy accessories dan Ballhead FOBA Swiss, Tripod camera dan Video Gitzo italy, tas Kata Israel dan masih sederet lainnya. Untuk itu sejak berdirinya perusahaan ini memberi solusi bagi customernya, menyewakan peralatan mulai dari lampu studio sampai kamera medium format dengan harga relatif terjangkau. Prioritas ditujukan untuk para fotografer pemula yang belum dapat melakukan investasi tentunya.


Servis pada pelanggan adalah utama untuk menjalin partner bisnis, sebut saja Gramedia, Femina Group dan MRA Group, fotografer ternama di Indonesia Kayus Mulia, Ali Hawijono dan Roy Genggam atau Tarzan Studio, King Photo dan Matahari Group dan Centro, juga kampus-kampus ternama seperti UNTAR, Binus International, Trisakti dan Lassale Collage.

Menempati gedung sebagai kantor pusat di KH Hasyim Ashari 44CD, Kemakmuran Jakarta Pusat, serta studio rental dan Piart School di Jl. Kran Raya no 28 Kemayoran Jakarta. Primaimaging kian berkembang dengan membuka dealer-dealer yang tersebar di kota-kota besar seperti Bandung, Surabaya, Medan dan Bali. (majels)




»»  Selengkapnya...

Jumat, 16 Desember 2011

Gunawan Wibisono, Juragan Timun Mantan Wartawan


Turut membidani tabloid Monitor sampai terakhir tabloid Bintang Indonesia, merupakan 15 tahun perjalanan Gunawan Wibisono menjadi wartawan. Bosan “berkelahi” urusan deadline di media, dengan modal pesangon ahli fotografi ini hijrah ke Bogor menjadi petani, panenannya lele, jambu, kacang, timun dan lainnya hasilnya ton-tonan

Bosan jadi pegawai dialami Gunawan Wibisono, sehari-hari bekerja mengurusi foto-foto para selebriti tanah air. Bila pemasukan tergantung dari aliran gaji bulanan, dengan usaha sendiri pemasukan itu menjadi tidak terbatas baik waktu maupun besarnya. Lewat keberanian semua itu dilakukan sendiri dengan segala resiko. “ Saya resign pas lengsernya Soeharto tahun 1998. Dengan modal pesangon seadanya, saya pindah ke Bogor. Cita-citanya mau jadi orang bebas. Hidup di desa tapi kalau bisa berpenghasilan seperti orang kota” ungkap pria kelahiran Tegal, 19 Januari 1964.

Jika biasanya mengoperasikan kamera, kini harus berkutat dengan produk-produk pertanian. Di desa Ciasmara yang merupakan sentra ikan mas, menumbuhkan minat awalnya untuk beternak ikan mas. Di kolam air deras, caranya sungai di bendung lalu airnya dialirkan masuk kolam semen. Berkat ikan mas ini, banyak penduduk desa yang menjadi tuan tanah, kaya raya bahkan bisa menunaikan ibadah haji.

Bisnis terkadang tak bisa diprediksi. Tatkala krisis melanda tanah air, nilai dollar US dari 2 ribu melejit ke angka 17 ribu. Otomatis usaha pemeliharaan ikan mas banyak yang gulung tikar, akibat harga pakan serta komponennya yang masih impor tiba-tiba meroket. Misal pakan dari 40 ribuan perzak menjadi hampir 150 ribuan. “ Nah, ketika orang ramai-ramai angkat kaki. Saya justru baru masuk. Lebih parahnya banyak pembeli ikan atau tengkulak bangkrut. Akhirnya panenan ikan saya terlantar, terpaksa dijual ecer kiloan. Modal rusak, uangnya berantakan, usaha ikan mas pun tinggal sejarah” ucap pria berkacamata ini.

Pengalaman pertama gagal tidak membuatnya putus asa. Ia melakukan usaha plasma ayam potong, tinggal memelihara sedangkan bibit, pakan dan obat-obatan di tanggung perusahaan induk.lumayan sempat berkembang pesat, dari skala 3 ribu ekor menjadi 25 ribu ekor. Kendala datang ketika usaha membesar, masyarakat sekitar tidak setuju karena limbah dan bau. Belum lagi faktor sentiment lingkungan. Menurutnya memelihara ayam potong harus dikontrol ketat, karena bisa dicuri orang baik ayamnya maupun pakannya. Karena tekanan yang luar biasa akhirnya usaha inipun di stop total. Kenang anak pertama dari tiga bersaudara ini.

Kegagalan kedua tidak mematikan semangatnya untuk beralih ke sektor pertanian. Menggunakan lahan dengan jalan mengontrak pertahun dengan membayar uang di muka. Lahan awalnya sempat mencapai 10 hektare, lantas dipangkas tinggal 3 hektare. Dari berbagai pengalaman tenyata hanya cabe lah yang paling potensial untuk ditanam. Bagaimana tidak, bila harganya tengah meroket selain masuk topik dalam rapat kabinet juga menjanjikan keuntungan yang sangat besar. Bukan cerita aneh bila seorang petani membawa cabe ke pasar pulangnya bisa langsung menggaet sepeda motor baru.


Tapi sebaliknya bila harga sedang runtuh atau terserang hama, seorang petani bisa jatuh bangkrut. Mengurus cabe bukan perkara mudah. Cabe adalah tanaman yang manja, rewel, mahal dan gampang terserang penyakit. Tetapi segala kesusahan ini akan terbayar bila saat panen tiba dan mendapat harga yang bagus. 

Selain cabe, timun juga sangat lumayan, terutama yang masih muda untuk lalap, hasil panennya bisa mencapai 12 ton. Begitu juga jagung yang banyak dimanfaatkan konsumen sebagai bahan sayuran atau panganan jagung bakar, biasanya panennya hingga 2 ton. Kacang panjang hasilnya juga sangat baik, pasar banyak membutuhkan terlebih saat lebaran untuk ketupat sayur. Ada pula jambu batu merah, sekitar 600 pohon setiap minggu panen hingga 3 ton.

Perkembangan kuliner di Jakarta yang cukup ramai, terutama kebutuhan ikan lele mencapai 150 ribu ton setiap hari  menjadi ceruk financial yang sangat menarik. Apalagi peternak ikan lele baru bisa memenuhi separonya. Dari peluang ini Gunawan memanfaatkannya dengan beternak lele dari hulu hingga hilir. Artinya dari mengawinkan induk, meneteskan telur, memelihara larva, pembesaran hingga menjadi ikan siap dikonsumsi dan dilepas kepasaran. Awalnya sempat dikembangkan 60 empang dari 20 empang masing-masing berukuran 7 x 10 meter. Satu empang yang dibuat dari dasar plastik ini bisa menampung 1000 lele yang dipanen setiap 2 bulan.

Ketika mengalami kegagalan, Gunawan tak menyerah bahkan terus melangkah dengan menyitir kata sakti idolanya, Bob Sadino, Mulai saja. Segala kesulitan yang timbul malah bagus dan menguatkan kita.
Dimulai dengan merubah orientasi usahanya, biladahulu expansif sekarang intensif. Pengetatan jumlah pekerja tapi memilikiketrampilan tinggi. Pekerja yang dibayar mingguan dirangkul sebagai partner. Mereka juga memiliki bagian keuntungan bila hasil panen maupun harga pasarnya bagus. Itulah sebabnya para pekerja ini lebih militan dan lebih all-out.

Sedang untuk market, sangatlah penting artinya bersinergi dengan orang pasar agar wawasannya lebih terbuka dan tidak berjalan sendiri. Karena kesal dengan ulah para tengkulak maka ia putuskan untuk menjual sendiri hasil panennya langsung ke pasar Induk Kemang – Bogor. (majels)   
»»  Selengkapnya...

Jumat, 09 Desember 2011

Muhammad David Octavian, Vermak Jeans Kelas Atas


Usia muda berlatar belakang keluarga sederhana bukan berarti pintu sukses tertutup rapat. Dengan modal tabungan di masa remaja dan pengalaman menjajaki bisnis tanpa modal, David sukses (22) membangun usaha vermak khusus jeans branded premium. Langganannya kelas atas, bisa mengantongi 35 juta setiap bulannya.
Menabung uang serta memupuk pengalaman bisnis di usia belia tidak sia-sia bila dilakukan dengan sepenuh hati, kerja keras dan komitmen.

Hasilnya adalah kesuksesan, seperti yang sudah dijalani pemuda berdarah betawi, Muhammad David Octavian. Berasal dari keluarga sederhana, David sudah membiasakan diri untuk mandiri dan mencari uang tambahan dengan berbisnis kecil-kecilan  sejak duduk di bangku SD. Kini kerja keras dan hasil tabungannya itu sudah membawa dirinya menjadi pengusaha sukses di usia yang baru menginjak 22 tahun.

Anak kedua dari pasangan Wawan Wahyudin dan Kokoy Rukoyah ini dikenal sebagai pebisnis muda sejak ia membangun satu-satunya vermak khusus jeans branded di Indonesia, Jakarta Jeans House (JJH). Namun kesuksesan bisnis yang dijalani tidaklah semudah membalikkan telapak tangan.

Perjuangan dimulai dari bawah; berjualan gelang rajutannya sendiri, menjual jaket, penyedia jasa percetakan sampai menjajakan pakaian di kampus, dilakoni David demi menjadi entrepreneur sejati. Memasuki masa SMA, kehidupan makin terasa berat. “ Pada saat SMA, itulah masa paling sulit dari saya. Saya harus melewati keseharian dalam pergaulan dengan teman-teman yang cukup tinggi taraf sosialnya. Kadang-kadang saya ingin sekali seperti teman-teman saya, ingin minta uang sama mama untuk jajan dan nongrong bareng teman-teman. Namun saya berpikir itu bukan solusi dan saya bertahan dengan bisnis membuat brosur, panflet, poster, spanduk untuk acara-acara sekolah” papar David.

Beratnya mengalami masa SMA, membuat David berpikir untuk tidak kuliah. Baginya kuliah hanya akan menambah beban bagi kedua orangtuanya. Namun keinginan orang tua sangat kuat untuk tetap menguliahkan David walaupun sang ayah hanya bekerja di bengkel mobil dan ibu bekerja sebagai penjaga toko. Akhirnya David pun kuliah di salah satu universitas swasta jurusan IT.

Saat kulaih memasuki semesrter dua, David baru mengetahui kalau uang masuk kuliahnya adalah hasil jual gelang emas sang ibu. Sejak saat itu David bertekad mencari uang tambahan sambil kuliah. “ Dengan uang yang saya tabung selama masa sekolah, kira-kira 3 jutaan, saya berpikir untuk berbisnis lagi yaitu bisnis jualan baju untuk kalangan teman kampus. Setiap hari saya bangun jam 5 pagi, berangkat naik busway ke Mangga Dua, belanja pakaian laki-laki dan perempuan. Jadi setiap berangkat kuliah saya sudah pasti bawa dua tas yang isinya baju-baju dagangan saya” papar pemuda kelahiran Jakarta 29 Oktober 1989 ini.

Setelah lama berkutat berjualan baju, akhirnya David menghentikan bisnis jualannya. David ingin menjadi entrepreneur sejati ; memiliki tempat usaha dan memperkerjakan beberapa karyawan. Seiring keinginan itu ternyata celana jeans import menginvasi Indonesia. Brand seperti Lee, Levis, Nudie, Tsubi, Ksubi, LeeCoper, Imperial, Cheap Monday, Truly Legend, April 77,Iron Heart dan lain sebagainya makin marak dipasaran. Namun, banyaknya pengguna jeans branded di Indonesia tidak sebanding dengan jumlah jasa vermak khusus jeans premium tersebut. Menurut David selama ini memang banyak penjahit vermak jeans, tapi hasilnya kurang memuaskan.

Gejala ini dijadikan David sebagai peluang usaha vermak khusus jeans premium. Maka pada Oktober tahun 2009, David mendirikan Jakarta Jeans House (JJH). “ Vermak jeans sih banyak dimana-mana tapi tidak ada taylor khusus tentang jeans branded. Dari sini saya mulai berpikir saya bisa mengambil kesempatan bisnis ini. Saya ingin memberikan solusi bagi mereka yang ingin menjaga kualitas jeans premiumnya walaupun sudah di vermak” ucap anggota termuda dari Himpunan Pengusaha Muda ini.

Untuk membangun JJH, David kembali membuka pundi-pundi tabungannya, hasil putaran uang dari bisnis berjualan pakaian, terkumpul 15 juta. Dengan modal yang relatif kecil itu, David menyewa tempat di jalan Cipete yang berukuran 1,3 meter, membeli satu alat mesin khusus jeans , mesin obras khusus jeans dan renovasi tempat. Untuk mengembangkan kualitas vermaknya David membeli mesin Chainstich yang diimpor dari Jepang. Mesin ini berfungsi menghasilkan jahitan rantai yang bisa menghasilkan ropping effect yang biasa terdapat pada jeans-jeans import. Keaslian jahitan jeans import tersebut tetap terjaga meskipun sudah divermak. David meyakinkan kalau di Indonesia belum ada yang memiliki mesin seharga 35 juta ini selain JJH. Kualitas vermak yang dihasilkan membuat JJH menjadi pusat vermak jeans premium terbaik se Indonesia, bahkan se Asia.

Kini David memiliki tiga toko dan memperkerjakan delapan karyawan, setiap bulannya JJH mengerjakan 500 sampai 600 celana jeans import khusus di vermak. Harga vermak berkisar antara 17 ribu – 120 ribu rupiah. JJH juga menyediakan jasa custom jeans import atau menjahit baru dengan design pribadi pelanggan. JJH membantu membuatkan dengan menyediakan bahan jeans kualitas import dan dijahit dengan mesin yang terbaik pula. Untuk custom jeans harga yang dibanderol kisaran 538 ribu – 688 ribu rupiah. Dengan total produksi vermak dan custom tersebut , David mengakui omset JJH dalam sebulan mencapai angka 35 jutaan. (majels)
»»  Selengkapnya...

Kamis, 08 Desember 2011

DR. H. Mashyari SE. MM, Tukang Minyak Menjadi Raja Jamu


Datang ke Jakarta tanpa keahlian. Beragam pekerjaan dijalani seperti berjualan minyak hingga loper koran. Nasib membawanya ke bisnis jamu. Dan Mashyari pun melambung ke jajaran papan atas bisnis produk tradisional ini. Semuanya dilalui dengan penuh perjuangan, sampai kini sukses mengelola 6 perusahaan.

Datang ke Jakarta niatnya hanya satu, Bekerja. Namun Jakarta memang kejam. Sebentar saja Mashyari sadar, ia berada di belantara kehidupan yang keras. Sadar kalau ia harus bekerja untuk bertahan hidup, Mashyari memutuskan untuk bekerja apa saja. 

Pertama-tama sebagai tukang minyak, ia berjualan dengan gerobak keliling kampung. Lalu berjualan sebagai loper koran. Sederet pekerjaan lainpun dilakoninya. Sampai akhirnya ia berhasil menjadi salesman freelance. Profesi inilah yang membawanya ke jenjang hidup yang lebih baik. “Tahun 1980-an itu dari hasil salesman, saya bisa punya uang sampai 600 rupiah. Saya mampu membeli motor yang harganya saat itu 130 ribu rupiah” ceritanya.

Mashyari lantas memutuskan untuk meneruskan sekolah. Ia masuk SMA. Sengaja ia mengambil sekolah siang hari agar tetap bisa bekerja. Kegemarannya membaca membawanya ke pintu perjalanan hidupnya yang baru. Suatu kali, ia membaca ramuan jamu yang lantas ia praktekkan secara otodidak. “ Bentuknya sangat sederhana. Hanya dirajang. Kemasannya plastik dengan label kertas yang difotocopy” kenangnya. Saat bekerja sebagai salesman, Mashyari juga menjajakan dagangannya. Ternyata banyak orang yang menyukai jamu ramuannya.

Yakin pada dagangannya, Mashyari mengambil keputusan berani, meninggalkan pekerjaannya sebagai salesman yang telah memberinya kehidupan lebih baik. Ia memutuskan menekuni bisnis jamunya dengan modal 16 ribu rupiah. Namun pengalaman bertahun-tahun sebagai salesman membuatnya  tahu kalau ia harus membuat jaringan pemasaran. Dan yang ia pilih adalah apotek.

Tapi itu bukan pekerjaan mudah. Semua apotek menolak jamunya. Tapi Mashyari tidak kehabisan akal. Meski kerap dimarahi pemilik apotek, jamunya akhirnya diterima. “ Saat itu saya sering sekali dimarahi pemilik apotek, tidak laku dimarahi, laku juga dimarahi” ujarnya sambil tertawa. Soal yang terakhir karena Mashyari memang sedikit sulit dihubungi sang pemilik apotek jika persediaan jamu habis. Padahal jamu racikannya makin diminati orang.

Lantas apa yang membuat jamu racikan Mashyari laku keras ? “Iklan yang tepat” jawabnya. Mashyari memang piawai membaca kekuatan produk dan bagaimana memasarkannya. Ini adalah pengetahuan yang ia dapat dari pengalaman bertahun-tahun menjadi salesman. “ Jamu saya kan khusus untuk pria. Jadi saya rancang kata-kata promosinya yang mengena untuk kaum pria” ujarnya membuka rahasia. 

Mashyari memang tahu betul bagaimana memasarkan produknya dengan bahasa yang tepat pada pasar yang tepat. Meski sibuk berbisnis , Mashyari tidak lupa dengan sekolahnya. Ia bahkan menamatkan semua jenjang pendidikan hingga yang tertinggi yakni S3. Semua itu dilaluinya dalam dinamika bisnis yang tetap menjadi kesehariannya.

Bisnisnya sendiri bukannya tanpa masalah. Suatu ketika, bisnis jamunya tersandung masalah. Mashyari bangkrut , namu ia kembali bangkit dan memilih untuk membangun bisnis jamunya kembali. Dengan cepat usahanya berkembang dan sukses. Namun malang tak dapat ditolak, usahanya bangkrut lagi. Semua harta bendanya habis untuk menutupi kerugian. Saat itulah Mashyari mengaku memasuki tahap lebih dalam proses pengenalan dirinya. Dirinya sampai pada kesimpulan bahwa ia sudah terlalu lama mengabaikan hak-hak Alloh, berbuat baik pada orang tua sampai pada tetangga dan keluarga.

Perenungannya itu membuahkan hasil. Kini Mashyari makin mantap dalam berbisnis juga berkembang. Kini tak kurang 6 perusahaan telah ia miliki. Ia mengaku bisnisnya berjalan secara mengalir saja tanpa perencanaan ini itu.

Sedangkan untuk bisnis yang lain berupa kost-kostan ia bisa meraup omzet jutaan rupiah perbulan. Padahal kost hariannya dijalankan dengan syariah islam yang ketat. Kalau tidak ada bukti pasangan yang resmi maka pasti akan ditolak. Tapi justru karena itulah makin banyak orang yang suka terutama tamu dari Malaysia yang mengaku lebih suka dengan kost islami ketimbang hotel yang bebas. (majels)
»»  Selengkapnya...

Selasa, 06 Desember 2011

Noni Sri Ayati Purnomo, B. Eng., MBA Dengan 21 Ribu Blue Bird Modal Gadai Rumah

Sejak usia dini, Noni sudah terlibat di perusahaan taksi yang dirintis sang nenek. Modal 2 mobil, berkat gadai rumah menjadi 25 mobil. Lulus SMA ia kuliah di Australia tamat tahun 1994. Lalu kembali  mengurusi Blue Bird, karena kurang gereget, lalu ia hengkang ke Amerika untuk menggenggam S2. Bekal inilah yang memoles Blue Bird hingga berkembang pesat menjadi 21 ribuan armada berikut menghidupi sekitar 31 ribu orang karyawan.

Awalnya hanya dua mobil yang digunakan dan dijadikan taksi. Tapi ide kreatif sang nenek, Mutiara Siti Fatimah Djokosoetono mampu dikembangkan dengan cerdik. Meski semula hanya taksi abal-abal karena perolehan ijin resmi yang sulit, dengan perjuangan keras akhirnya ijin itupun didapatkannya. Bahkan dalam perjalanannya untuk dapat modal pinjaman bank yang kemudian dibelikan 25 mobil, rumah keluarga pun terpaksa harus digadaikan.


Saat itu Noni kecil sudah terlibat dalam aktivitas dan mengurus keperluan para sopir taksi. Namun kegiatan itu terhenti ketika ia harus pergi ke Australia untuk melanjutkan pendidikan S1-nya. Disana Noni kuliah mengambil jurusan Teknik Industri. Setelah selesai ia kembali dan bekerja di Blue Bird sebagai supervisor di bidang operasional. Gajinya kala itu 70 ribu rupiah dan ia terbiasa kerja dari sore sampai jam 12 malam, karena paginya ia juga bekerja di tempat lain.

Setahun bekerja dalam rangka memajukan perusahaan keluarga, Noni pun melanjutkan studi S2 di Amerika Serikat. Dua tahun kemudian ia pulang dengan menggondol ijazah master di bidang marketing dan finance. Kehadirannya kali ini memberikan warna baru dalam perusahaan. “ Saya bangun bisnis development. Tujuannya untuk ekspansi perusahaan dan perbaikan internal. Dengan komitmen semua pihak, strategi itu pun akhirnya membuahkan hasil” beber Vice President Business Development BBG kelahiran Jakarta, 20 Juni 1969 ini.

Kini BBG telah menjadi perusahaan taksi terdepan dan ternama di Indonesia dengan puluhan ribu armada. Bahkan taksi ini sudah menjadi bagian dari gaya hidup masyarakat metropolis.



»»  Selengkapnya...

Senin, 05 Desember 2011

Dr. Sonia Wibisono Suplier Alat Kecantikan


Dokter cantik, murah senyum dan selalu berpenampilan fashionable ini kerap tampil di layar televisi menjadi presenter atau menjadi narasumber di acara kesehatan. Di sela-sela kesibukannya sebagai dokter dan wara-wiri di televisi, ternyata dr. Sonia Wibisono juga punya kesibukan berbisnis. Kali ini istri dari Robert Adhi Wardhana Wibisono ini membocorkan beberapa bisnis yang saat ini sedang dikelolanya.

Sudah setahun, dr. Sonia menyuplai Platinum Electronic Roller Refa ke beberapa dokter dan klinik-klinik kecantikan. Refa adalah semacam alat kecantikan yang berbentuk roller dengan menggunakan arus listrik, namu diyakini dr. Sonia aman dan bisa mengencangkan kulit yang kendur pada permukaan wajah, leher, lengan, perut, paha dan betis.

“ Dengan alat ini kita tidak perlu ke salon untuk urusan kecantikan. Saya sendiri sebagai orang yang punya banyak kegiatan sama sekali tidak punya waktu untuk ke salon. Makanya saya berpikir untuk menjadi supplier Refa yang saya datangkan langsung dari Jepang, karena alat ini sangat memudahkan saya” jelas perempuan kelahiran Jakarta, 11 Oktober 1977 ini.

Selain berbisnis sebagai penyuplai alat kecantikan , dr. Sonia juga memiliki bisnis restoran dan event composer. Khusus restoran yang berada di Darmawangsa ini, dr. Sonia mengaku tidak banyak turun tangan untuk mengelola, semua diserahkan kepada temannya. Ia hanya sebagai investor. Selain itu, dr Sonia juga mempunyai bisnis event composer, sebagai penyelenggara talkshow kesehatan, kecantikan dan digabungkan dengan fashion show. Ia tengah juga memiliki project menulis buku The Doctors, bersama dokter lainnya seperti dr. Boyke, dr. Tompi dan dr. Lula Kamal. (majels)

»»  Selengkapnya...

Minggu, 04 Desember 2011

Bisnis Dari Rumah, UKM On Line Dengan 35 Ribu Anggota


Tekad membantu para pebisnis usaha kecil menengah (UKM) agar mampu memanfaatkan fasilitas on line demi memaksimalkan bisnis, pasangan suami-istri Cheriatna (BDR). Bisnis yang potensial dikendalikan dari rumah via 35 ribu anggota.

Setelah lebih dulu mengalami jatuh bangun dalam bidang usaha off line melalui sebuah blog maka muncul keinginan untuk berbagi.” Awalnya adalah pengalaman pribadi, saat saya dan keluarga sekitar tahun 2006 mengalami pengalaman pahit, bisnis off line yang kami buat ternyata tidak berhasil. Peristiwa tersebut ternyata membawa saya untuk bertemu dengan seorang anak muda dari Singapura yang telah menuai sukses bisnisnya dari internet” jelas Cheriatna. Hal tersebut memacunya untuk kembali memulai bisnis, tapi yang dipilihnya kali ini adalah media on line.

Setelah sekitar dua tahun menjalankan bisnisnya dari online, Cheriatna mulai merasakan hasilnya hingga berhasil mewujudkan beberapa impiannya. Hanya dengan menjual kompor gas via online, hingga sekarang merambah ke travel, Cheriatna mengaku dari hasil bisnisnya tersebut ia sudah mempunyai kendaraan sendiri hingga jalan-jalan ke beberapa negara.

Lalu ia mulai sharing pengalamannya. Dari situlah komunitas Bisnis Dari Rumah terbentuk sejak berdiri dua tahun lalu. Sekarang, jumlah anggota BDR di laman facebooknya sudah mencapai lebih dari 35.000 orang. Basis kegiatan pertemuan dan pelatihannya kini tidak sebatas hanya kota Jakarta, Depok, Bekasi dan Bandung.

Proses belajar yang dilakukan di dalam BDR memang offline, tapi tidak menutup kemungkinan jika ada yang menginginkan secara online. Bagi mereka yang ingin terjun ke bisnis ini Cheriatna mengingatkan bahwa berbisnis itu yang menentukan adalah attitude atau sikap bukan teknik.” Sikap seperti kita harus sabar dan tekun, disiplin. Harus online minimal punya waktu luang sejam untuk membangun bisnisnya dari laptop. Kemauan itulah yang harus dimiliki. Masalah teknik itu adalah hal yang gampang. Buktinya saya bukan lulusan IT hanya seorang lulusan SMA, tapi bisa” ujarnya.

Semakin berkembangnya teknologi komunikasi memang memungkinkan bagi seseorang untuk mulai berbisnis dan melakukan transaksi perdagangan melalui dunia maya. Selain kemudahan dalam hal biaya, akses yang sangat luas dengan jangkauan ke seluruh dunia, bisnis online saat ini telah menjadi salah satu pilihan populer dalam usaha. Juga tersedianya fasilitas di dunia maya bagi kita yang ingin membangun dan mengembangkan bisnis sendiri seperti blog pribadi hingga situs jejaring sosial.

Namun tidak semua mampu memanfaatkan sarana ini dengan maksimal, sehingga cenderung berjalan ditempat dan tidak menghasilkan profit yang diharapkan. Disinilah peran Bisnis Dari Rumah untuk membantu mereka agar mampu memanfaatkan internet guna mencari pasar, mitra bisnis, hingga peluang bisnis lainnya dengan biaya marketing yang lebih murah dan efektif . Orientasi BDR adalah Usaha Kecil Menengah (UKM) karena dianggap bisnis ini adalah riil. Di dalam BDR sendiri tergabung mulai dari bisnis tenda dan rias pengantin, renovasi rumah hingga menjual beras organik.

Masih banyak UKM yang memiliki produk yang potensial tapi kurang mengetahui bagaimana cara memasarkan, atau mengembangkan pemasaran produknya agar menjangkau pasar yang lebih luas. Itu membuatnya mengutamakan para UKM yang berkeinginan untuk memperluas bisnis via online. Keuntungan dari bisnis ini adalah kita memiliki kebebasan waktu dan kebebasan financial.

Cheriatna juga mengatakan jumlah pengusaha kecil menengah yang pernah mengikuti pelatihan BDR dan sekarang sukses menjalankan usahanya dengan memanfaatkan internet  sudah lumayan banyak. Ia menyebut nama Noer Rachman Hamidi, nama pengusaha yang sukses jadi eksportir sabut kelapa – diluar negeri dimanfaatkan untuk bahan baku isi jok kendaraan pengganti busa. Lalu ada Masrura Ramial pengusaha belut dan rotan. Ada juga Lina Rahmianti asal Karawang yang sukses menjual boneka melalui facebooknya serta Grace Ananta salah seorang anggota BDR Bandung dimana produk bonekanya diminati oleh pengguna dunia maya hingga mancanegara.

Jadi tunggu apalagi kalau anda ingin belajar kiat sukses berbisnis dari rumah dengan memanfaatkan teknologi internet silakan bergabung dengan laman Bisnis Dari Rumah di facebook dan mengikuti pelatihan bisnis online yang digelar BDR secara gratis. (majels)
»»  Selengkapnya...

Jumat, 02 Desember 2011

Eno Netral, Omzet 300 Kaos Limited Edition


Kebiasaan mengenakan kaos dengan desain simpel tapi fashionable telah mengantarkannya menjadi pebisnis distro di kalangan selebritis. Dari sekadar menjalankan bisnis kaos secara konsinyasi, kini Eno sang penabuh drum grup band Netral sudah memiliki toko distro dengan produksi 300 kaos setiap bulannya.

Membangun bisnis bisa dimulai dari apa yang ada pada diri kita atau yang kita sukai. Sama halnya yang dilakukan Eno Netral. Disamping kesibukannya menabuh drum di grup band Netral, Eno juga sibuk mengelola bisnis distro Racerkids, yang dibangunnya sejak 2001.

Berawal dari kesukaannya mamakai kaos-kaos dengan desain simpel namun unik sampai Eno bertemu dengan seorang teman yang menawarkan desain kaos dan mengajaknya berbisnis jualan T-Shirt. Dengan modal 10 juta rupiah Racerkids mulai berjalan. Eno sendiri khusus mengurusi bagian promosi karena memanfaatkan dirinya yang merupak seorang public figure sedangkan temannya bagian produksinya.

Alasan pria bernama lengkap Eno Gitara Ryanto ini memilih berjualan kaos karena menurutnya penjualan kaos lebih besar dibandingkan celana, topi dan sepatu. Selain itu memang dari awal Eno sendiri punya konsep bisnis berdagang kaos-kaos yang simpel, bisa dipakai sehari-hari saja dan cocok dipakai saat manggung.
Omset penjualan kaos dengan sistem konsinyasi ternyata hasilnya cukup lumayan. Maka pada tahun 2003 Eno mengembangkan bisnis distro Racerkids ke dalam toko yang berada dijalan Supomo Pancoran. Dan kini toko Racerkids telah berpindah ke jalan Tebet Barat Dalam Raya no 12.


Mengalami pindah toko sampai tiga kali dari tempat kecil ke bangunan yang lebih besar, membuktikan kalau distro milik Eno mengalami perkembangan dan otomatis omset juga bertambah. Sebagai permulaan dulu hanya berjualan kaos-kaos saja, tapi sekarang toko sudah mulai banyak isinya, tidak sekadar kaos saja.
Sekarang Racerkids menyediakan polo shirt, denim, sepatu, belt, topi, asesoris. 

Pokoknya kebutuhan fashion. Dan dalam sebulan distro ini produksi ulang kaos sebanyak 200-300 kaos, dengan harga jual antara 100 ribu sampai 150 ribu rupiah. Denim dihargai sekitar 200 ribuan, asesoris dan belt antara 100 ribu sampai 300 ribu. Sedangkan sepatu Racerkids dikenakan harga 300 ribuan, topi 75 ribu sampai 100 ribu.

Tidak hanya beromset 300 kaos yang habis tiap bulan,namun Eno juga sudah melakukan produksi sendiri untuk produk kaosnya. Dari desain, proses jahit sampai sablon dikerjakan karyawan Eno di Bandung. Istimewanya lagi, desain kaos yang diproduksi Eno adalah Limited Edition.

 “Desain kaos racerkids adalah limited edition, karena di produksi sedikit untuk satu jenis desain. Pelanggan saya adalah pembeli yang selektif dan saya tidak mau kalau kaos Racerkids banyak dipakai dengan desain yang sama karena pasarannya jadi turun. Saya ingin konsisten dengan bisnis . Jangan gara-gara satu desain laku keras maka produksinya diperbanyak. Saya selalu yakinkan ke pelanggan kalau kaos racerkids itu limited edition, harga terjangkau, tapi kualitas bahan bagus” pungkas Eno. (els)







»»  Selengkapnya...

Kamis, 01 Desember 2011

Daliza Music Centre, Reparasi Alat Musik Omzet 25 Juta


Makin besarnya minat bermusik ternyata membuka peluang bisnis servis alat-alat musik. Siapa sangka jasa reparasi ini ternyata sanggup mendulang omzet hingga puluhan juta ? Dana Suhana sudah membuktikannya. Mantan karyawan di sebuah perusahaan otomotif ini kini sukses menapaki bisnis jasanya setelah nekat mengikuti minatnya.

Dana memulai bisnisnya dengan usaha sewa peralatan musik. Saat makin berkembang Dana pun memboyong usahanya kesebuah ruko agar lebih fokus. Saat itu, ia mengaku hanya bermodalkan 30 juta yang digunakan untuk membangun studio dan membeli alat-alat musik.

Bisnisnya ternyata berkembang. Daliza, begitu ia menamakan bisnisnya, akhirnya berkembang tidak hanya sewa menyewa alat musik  dan studio tapi juga sekolah, maintenance bahkan konsultan musik. “Tahun 2008, saya putuskan untuk hengkang dari kantor tempat saya bekerja dan fokus menekuni bisnis ini” papar Dana.
Keputusannya itu ternyata tepat. Daliza makin berkembang. Namun berkembang bukan dari sisi banyaknya jasa yang ditawarkan, tapi dari makin tajamnya fokus bisnis yang dibidik.” Sekarang saya lebih memfokus kan pada servis alat musik dan terutama gitar, namu bukan mass product melainkan custom guitar” ujar Dana. Padahal saat itu custom guitar belumlah menjadi pilihan yg populer.

Tak mau menyerah Dana terus berpromosi memanfaatkan jaringan. Kini custom guitar sudah makin diminati dan produk buatannya, Syukey juga makin dicari penggemar guitar. Untuk servis Daliza mematok harga yang variatif, tergantung kerusakan.” Antara 75 rb hingga 100 rb untuk pengecekan dan 200 rb-500 rb untuk perbaikan” ungkap Dana. “Untuk set-up biaya yang diterapkan antara 100rb-250rb rupiah. Umumnya service yang dilakukan Daliza berupa setting, set-up dan characterize. Waktunya relative, bisa beberapa hari hingga 2 minggu. Seringkali terbentur di masalah spare part, terutama di produk yang after-sale servicenya jelek”paparnya lagi.

Dana mengakui dengan patokan harga seperti itu, dana bisa mengantongi keuntungan hingga 25 juta rupiah. Dana yang kini telah memiliki 5 orang karyawan mengaku bisnis ini prospeknya bagus. Pemain di bisnis ini makin banyak. Ini disebabkan makin tingginya minat bermusik di kalangan masyarakat serta makin sadarnya menggunakan produk yang berkualitas. Di indonesia custom guitar belum populer tapi sebenarnya harga tidak jauh berbeda dengan guitar biasa yang di upgrade.

Saat ini workshop Daliza mampu memproduksi 3-5 buah custom guitar tiap bulan. Sampai saat ini untuk service custom guitar sudah melayani pelanggan dari kota-kota di Jawa dan luar jawa, professional, amatir dan juga musisi yang sudah beken. (majels)

»»  Selengkapnya...